PERBEDAAN ASWAJA DENGAN IKHWANUL MUSLIMIN (IM), HIZBUT TAHRIR (HT), JAMA’AT TABLIG (JT), JAMA’AH ISLAMIYYAH (JI) INDONESIA, AHMADIYYAH QADIYANIYYAH (AQ) , JAMA’AH ANSHARUT TAUHID (JAT), FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

PERBEDAAN ASWAJA DENGAN IKHWANUL MUSLIMIN (IM), HIZBUT TAHRIR (HT), JAMA’AT TABLIG (JT), JAMA’AH ISLAMIYYAH (JI) INDONESIA, AHMADIYYAH QADIYANIYYAH (AQ) , JAMA’AH ANSHARUT TAUHID (JAT), FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

 index

 

Oleh

Ana Dian Diriyani (151120001701)

Gema Dwita Sari   (151120001702)

Fatma Ayu Faradila (151120001748)

Muhammad Taufiq (151120001737)

 

 

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’

(UNISNU) JEPARA

2016

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat serta hidayahnya kepada kami. Sholawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perbedaan Aswaja dengan Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir (HT), Jama’at Tablig (JT), Jama’ah Islamiyyah (JI) Indonesia, Ahmadiyyah Qadiyaniyyah (AQ) , Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT), Front Pembela Islam (FPI)’’

Dalam pembuatan resume ini tentunya penulis tak luput dari kesalahan, untuk itu kami mohon saran dan kritikannya untuk kami jadikan sebagai perbaikan dalam pembuatan resume selanjutnya.

 

 

Jepara 16 Maret 2016

                                                                        Penulis

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Membahas Perbedaan Aswaja dengan aliran Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir (HT), Jama’at Tablig (JT), Jama’ah Islamiyyah (JI) Indonesia, Ahmadiyyah Qadiyaniyyah (AQ), Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT), Front Pembela Islam (FPI).

Aliran-aliran tersebut mempuyai pedoman serta pemikiran mereka masing-masing dalam menentukan berbagai macam hukum yang ada di muka bumi ini. Diantarnya aliran ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir (HT), Jama’at Tablig (JT), Jama;ah Islamiyyah (JI) Indonesia, Ahmadiyyah Qadiyaniyyah, Jama’ah Ansharut Tauhid ( JAT), Front Pembela Islam (FPI).

Materi yang akan kita bahas :

  1. Perbedaan Aswaja dengan Ikhwanul Muslimin (IM),
  2. Perbedaan Aswaja dengan Hizbut Tahrir (HT)
  3. Perbedaan Aswaja dengan Jama’at Tablig (JT)
  4. Perbedaan Aswaja dengan Jama’ah Islamiyyah (JI) Indonesia
  5. Perbedaan Aswaja dengan Ahmadiyyah Qadiyaniyyah (AQ)
  6. Perbedaan Aswaja dengan Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT)
  7. Perbedaan Aswaja dengan Front Pembela Islam (FPI)

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. IKHWANUL MUSLIMIN (IM)

Pengertian dan Sejarah Kemunculan

Ikhwanul Muslimin yang dalam bahasa Indonesia berarti “Persaudaraan Muslim” merupakan organisasi yang bergerak di bidang dakwah Islam di Mesir dan Dunia Arab. Dalam perkembangannya, organisasi yang dipelopori oleh Hasan al-Banna ini melahirkan sejumlah organisasi Islam lainnya, baik di Mesir maupun luar Mesir.

Para pendiri organisasi ini antara lain : Hafidz Abdul Hamid, Ahmad Al-Misri, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail ‘Izz, dan Zaki Al Maghribi, selain Al-Banna sendiri. Mereka berkumpul pada tahun 1928 di kota Islamiyah. Saat itu, Hasan Al-Banna bertugas sebagai pengajar di Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD).

  1. Ajaran dan keyakinan Ikhwanul Muslimin

Abdul Mun’im al-Hafni menyebutkan, pelopor Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna, dianggap pemerintah Mesir menyebarkan dakwah Islam sesuai yang dipahami, dinilai sebagai dakwah bercorak salafi, tarekat Sunni, hakikat sufi, organisasi politik, organisasi ilmiah dan pendidikan, badan usaha perekonomian, dan pemikiran sosialis.

Di awal pembentukan jama’ah ini, al-Banna memperhatikan aspek pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah) dan amat menekankan pentingnya pendidikan tersebut. Tujuan dari pendidikan Islam dimaksud adalah untuk membangun akhlak kuat dan akidah benar, sehingga mendorong para anggota jama’ah melakukan perbuatan mulia. Tugas terpenting yang harus dilakukan oleh masyarakat islam, menurut al-Banna, adalah mengikuti manhaj (metode) ilahi, yakni Al-Qur’an. Manhaj tersebut memiliki kelebihan, yaitu mudah, terbatas, jelas arah dan tujuannya, praktis dan realistis, serta tidak didasarkan pada khayalan belaka. Di samping itu juga dapat memberikan solusi atas setiap permasalahan secara praktis dan bukan hanya teori, dengan harapan nyata dan sekedar impian.

Al-Banna telah menulis sebuah buku berjudul Da’watuna fi Thaur Jalid (Dakwah Islam Era Baru). Dalam buku tersebut, al-Banna antara lain menjelaskan, “Di era modern ini, medan dakwah telah berkembang sehingga mencakup semua dunia Islam. Tujuan dakwah Islam pun berubah dan lebih mengarah kepada kepemilikan kekuasaan (politik). Sebab, kekuasaan inilah yang akan menjadi sarana untuk berdakwah. Media untuk mewujudkan tujuan tersebut pun telah berubah, dimana dulu dakwah hanya dilakukan dengan memberikan hikmah dan nasehat-nasehat, tetapi sekarang dakwah dilakukan dengan jihad.

Prinsip dasar hukum kita adalah memimpin dunia ini dengan orientasi menegakkan hukum Allah. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih seorang khalifah yang dianggap sebagai wakil dari seluruh umat islam, yang dibantuoleh dewan penasihat dan dewan kabinet pelaksana. Ketahuilah bahwa tidak ada titik temu antara sistem Islam dengan sistem dictator. Sistem islam didasarkan pada azaz Syura (musyawarah), baiat (pengambilan sumpah), dan pembatasan kekuasaan pemerintah. Sistem Islam juga berbeda dengan sistem demokrasi, karena sistem demokrasi didasarkan pada pendapat masyarakat yang disesuaikan dengan kepentingan mereka, sedangkan sistem Islam didasarkan pada aturan -aturan yang dibuat oleh Dzat yang kekuasaan-Nya berada di atas kekuatan semua manusia. Selain itu, hukum dan kekuasaan dalam Islam tidaklah diwariskan. Ketahuilah bahwa syari’at Islam mengharuskan adanya satu Negara, satu bangsa dan satu pemimpin.”

  1. Kelompok-Kelompok Ikhwanul Muslimin

Sebagai dampak dari pertumpahan darah tersebut, juga sebagai dampak dari kitab Ma’alim fi al-Thariq yang ditulis oleh Sayyid Quthub, Jama’ah Ikhwanul Muslimin pecah menjadi 4 kelompok, yaitu :

  1. Sekelompok orang yang ingin meneruskan apa yang telah dirintis oleh Hasan al-Banna sebelum terjadinya konflik dengan pemerintah. Kelompok inilah yang sampai sekarang dinamakan dengan Ikhwanul Muslimin.
  2. Sekelompok orang yang mengaku sebagai orang-orang salaf. Mereka berpendapat, dalam rangka menghadapi masyarakat jahiliyah, kita tidak perlu mengingkarinya dengan tangan (kekuatan) atau lisan, tetapi cukup dengan hati.
  3. Jama’ah al-Takfir wa al-Hijrah. Mereka mengharuskan semua anggotanya untuk meninggalkan masyarakat Jahiliyah dan berhijrah ke suatu tempat sehingga mereka dapat menyusun kekuatan disana. Setelah berhasil menyusun kekuatan, mereka akan menghancurkan masyarakat jahiliyah yang mereka anggap sebagai orang-orang kafir.
  4. Jama’ah al-Jihad yang berpendapat, perang melawan pemerintah kafir merupakan suatu kewajiban dalam Islam. Mereka menganggap cara tersebut sebagai satu-satunya cara untuk mendirikan Negara Islam.

Jama’ah Ikhwanul Muslimin yang masih ada sampai sekarang memiliki semboyan,

“Dakwah Islamiyah harus dilakukan dengan hikmah (pesan) dan nasihat yang baik,”.

Di Indonesia, Ikhwanul Muslimin hadir pada awalnya melalui lembaga-lembaga dakwah kampus yang kemudian menjadi Gerakan Tarbiyah. Kelompok ini kemudian melahirkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Keterkaitan partai ini dengan Ikhwanul Muslimin diakui oleh Sekjen PKS Anis Matta. Berikut pernyataan Anis Matta :

Inspirasi-inspirasi al-Ikhwanul Muslimin dalam diri partai keadilan sejahtera, kalau boleh digarisbawahi disini, sesungguhnya memberikan kekuatan pada dua dimensi sekaligus. Pertama, inspirasiideologis yang satu-satunya didasarkan pada prinsip syumuliyat al-Islam (Universitas Islam), sesuatu yang bukan hanya menjadi prinsip perjuangan Hasan al-Banna saja, tetapi juga pejuang-pejuang yang lain. Kedua, inspirasi historis, semacam mencari model dan maket dari sebentuk perjuangan islam di era setelah keruntuhan al-Khilafah al-Islamiyah dan dominasi imperalisme barat atas negeri-negeri Muslim. Tetapi yang mempertemukan dua inspirasi itu pada diri al-Banna dan al-Ikhwanul Muslimin, adalah tokoh-tokoh yang lain menjadi pembaharu dalam lingkup pemikiran, Hasan al-Bannaberhasil mengubah pembaharuan itu dari wacana menjadi gerakan. Dan tidak berlebihan, bila inspirasi gerak itu juga yang secara terasa dapat diselami dalam denyut Partai Keadilan Sejahtera.

Secara tegas, keterkaitan PKS dengan Ikhwanul Muslimin dikatakan oleh pendiri partai ini, sekaligus mantan Dewan Syari’ah PKS Yusuf Supendi. Dalam bukunya Replik Pengadilan Yusuf Supendi Menggugat Elite PKS, ia menjelaskan, Ketua Majelis Syuro PKS memiliki kekuasaan tinggi yang dikenal dengan istilah Muraqib ‘Am, yaitu Pemimpin Tertinggi Jama’ah Ikhwanul Muslimin di Indonesia. Kekuasaan ini diamanatkandalam aturan pertama, yang sangat rahasia, yang dinamakan Nizham Asasi (aturan dasar) yang bersumber dari Nizham ‘Am (aturan umum) yang diterbitkan oleh Ikhwanul Muslimin Pusat di Kairo Mesir. Dengan demikian, aturan yang berlaku di OKS tidak boleh bertentangan dengan aturan Ikhwanul Muslimin Pusat di MEsir. Nizham Asasi Ikhwanul Muslimin di Indonesia itu disahkan oleh Musyawarah Majelis Syura PKS, di Jakarta, Selasa, 25 juli 2000.

 

  1. HIZBUT TAHRIR (HT)

Pengertian dan Sejarah Kemunculan Hizbut Tahrir

Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi Islam, bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan pula lembaga ilmiah ataupun lembaga akademis, dan juga bukan lembaga social. Hizbut Tahrir menganut Islam sebagai ideology, dan politik sebagai aktivitasnya. Hizbut Tahrir yang didirikan di Lebanon oleh Syekh Taqiyudin An-Nabhani ini pertama kali masuk di Indonesia pada tahun 1972. Menurut Ismail Yusanto, Jubir hizbut Tahrir Indonesia (HTI), cikal bakal organisasi ini berasal dari Yordania.

Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah, mmbebaskannya dari ide-ide, sistem perundang-undangan dan hukum kufur, serta membebaskan dari dominasi Negara-negara kafir dengan membangun daulah Islamiyah dan mengembalikan Islam ke kejayaan masa lampau. Hizbut Tahrir bertujuan mengembangkan kehidupan Islami dan mengembangkan dakwahIslamiyah kehidupan Islami dan mengembangkan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia. Dalam mencapai maksud dan tujuannya, HTI mempercayai sistem kekhalifahan dengan seorang khalifah yang dibaiat oleh kaum Muslimin dan harus ditaati.

Dalam mencapai maksud dan tujuannya, HTI mengemban dakwah Islam dan mengubah kondisi masyarakat dari yang rusak menjadi ide-ide yang Islami, mengubah perasaan rusak menjadi perasaan yang islami, yaitu perasaan yang ridha terhadap apa yang diridhai Allah, marah dan benci terhadap apa yang dimarahi oleh Allah. Perjuangan Hizbut Tahrir juga berusaha agar akidah Islam menjadi dasar Negara. Seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir bersifat politis dalam arti memperhatikan urusan-urusan masyarakat sesuai dengan hukum dan memecahkannya secara syar’I (hukum islam)

Kegiatan politik ini terdiri dari pembinaan terhadap tsaqafah (kebudayaan) Islam, membebaskan dari akidah yang rusak, pemikiran yang salah, persepsi yang keliru, pandangan-pandangan dari kaum yang kufur. Perjuangan politik juga meliputi penentangan terhadap kaum imperalis, mengontrol dan mengganti terhadap penguasa yang berkhianat terhadap umat islam. Seluruh kegiatan politik ini dilakukan tanpa menggunakan kekerasan, fisik dan senjata seperti yang dicontohkan Rasulullah.

Metode yang digunakan HTI adalah metode yang diemban oleh Rasulullah. HTI beranggapan bahwa umat Islam sekarang hidup dalam Darul Kufur yang serupa denga kehidupan di Mekkah (sebelum hijrah ke Madinah) pada zaman Nabi. Dalam melakukan dakwahnya, HTI mempunyai beberapa tahapan : pertama, tahap pembinaan dan pengkaderan. Kedua, tahapan berinteraksi denganumat agar ikut memikul kegiatan dakwahnya. Ketiga, tahap pengambilan kekuasaan untuk menerapkan Islam secara Menyeluruh.

  1. Ideologi Hizbut Tahrir
  1. Mengadopsi Ideologi Mu’tazilah

Pada masa pemerintahan Bani Umayah, lahir gerakan Revivalis yang dipelopori oeleh Ma’bad bin Khalid al-Juhani, penggagas ideology Qadariyah, yang berpijak pada pengingkaran Qadha’ dan Qadar Allah. Ideologi ini menjadi embrio lahirnya sekte Mu’tazilah.belakangan ini juga diikuti oleh Taqiyudin al-Nabhani, perintis Hizbut Tahrir. Dalam bukunya, al-syakhsiyyat al-Islamiyah, rujukan primer Hizbut Tahrir, Taqiyyudin al-Nabhani berkata :

 

 

Pernyataan al-Nabhani di atas memberikan dua kesimpulan, pertama, perbuatan ikhtiyari manusia tidak ada kaitannya dengan ketentuan Qadha’ Allah, dan yang kedua, hidayah dan kesesatan itu adalah perbuatan manusia sendiri dan bukan dari Allah. Demikian ini jelas bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah dan akal sehat.

Dalam sekian banyak ayat berikut ini :

 

Beberapa ayat diatas menegaskan bahwa segala sesuatu itu diciptakan oleh Allah. Kata “segala sesuatu” dalam ayat tersebut mencakup segala apa yang ada di dunia ini seperti benda, sifat-sifat benda seperti gerakan dan diamnya manusia, serta perbuatan yang disengaja maupun yang terpaksa. Dalam realita yang ada, perbuatan ikhtiyari manusia lebih banyak daripada perbuatan non ikhtiyari atau yang terpaksa. Seandainya perbuatan ikhtiyari manusia itu adalah ciptaan manusia sendiri, tentu saja perbuatan yang diciptakan oleh manusia akan lebih banyak daripada perbuatan yang diciptakan oleh Allah.

Ayat-ayat diatas menegaskan bahwa hidayah dan kesesatan itu berasal dari Allah, bukan dari perbuatan manusia. Pernyataan al-Nabhanin di atas juga bertentangan dengan ayat berikut ini :

 

Ayat ini menegaskan bahwa perbuatan hati dan perbuatan lahiriah manusia termasuk perbuatan Allah. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Hizbut Tahrir yang berpandangan bahwa hidayah dan kesesatan adalah perbuatan manusia, dan bukan dari Allah. Demikianlah sebagian ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukkan bahwa perbuatan ikhtiyari manusia serta hidayah dan kesesatan merupakan perbuatan Allah dan terjadi atas dasar Qadha’ dan Qadar Allah

Dalam kedua ayat diatas, Allah menyebutkan shalat dan ibadah yang merupakan perbuatan ikhtiari manusia, lalu menyebutkan hidup dan mati yang bukan perbuatan ikhtiari manusia, kemudian Allah menjadikan semuanya sebagai makhluk Allah tiada sekutu-Nya. Ayat tersebut pada dasarnya menyampaikan pesan begini. “Katakanlah wahai Muhammad,”sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah makhluk Allah yang tiada sekutu bagi-Nya. “Namun Hizbut Tahrir menyelisih ayat tersebut dan mengikuti Mu’tazilah dengan mengatakan bahwa semua perbuatan ikhtiari manusia adalah ciptaan manusia sendiri dan dia yang memilikinya.

Pendekatan Ta’wil dan Ulama Salaf

  • Ibn Abbas

Terdapat banyak riwayat dari Ibn Abbas, bahwa ia melakukan ta’wil terhadap ayat-ayat mutasyabihat, antara lain adalah, Kursi [QS. 2: 255] di-ta’wil dengan ilmunya Allah, datangnya Tuhan [QS. 89: 22] di-ta’wil dengan penglihatan Allah, aydin 9beberapa tangan) [QS. 51: 47] di-ta’wil dengan Allah yang menunjukkan penduduk langit dan bumi, wajah Allah [QS. 55: 27] di-ta’wil dengan wujud dan Dzat Allah, dan saq (betis) [QS. 68: 42] di-ta’wil dengan kesusahan yang sangat berat.

  • Mujahid dan al-Suddi

Al-Imam Mujahid dan al-Suddi, dua pakar tafsir dari generasi tabi’in juga men-ta’wil lafal janb [QS. 39: 56] dengan perintah Allah.

  • Sufyan al-Tsauri dan Ibn al-Thabiri

Al-Imam Ibn Jarir al-Thabiri menafsirkan istiwa’ [QS. 2: 29] dengan memiliki dan menguasai, buka dalam artian bergerak dan berpindah. Sedangkan al-Tsauri men-ta’wilkan-nya dengan berkehendak menciptakan langit.

  • Malik bin Anas

Al-Imam Malik bin Anas, juga men-ta’wil turunnya Tuhan dalam hadits shahih pada waktu tengah malam dengan turunnya perintah-Nya, bukan Tuhan dalam artian bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

  • Ahmad bin Hanbal

Al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali, melakukan ta’wil terhadap beberapa teks yang mutasyabihat, antara lain ayat tentang datangnya tuhan [QS. 89: 22] di-ta’wil dengan datangnya pahala dari Tuhan, bukan datang dalam arti bergerak dan berpindah.

  • Al-Hasan al-Bashri

Al-Imam al-Hasan al-Bashri, juga melakukan ta’wil terhadap teks tentang datangnya Tuhan [QS. 89: 22] dengan datangnya perintah dan kepastian Tuhan.

  • Al-Bukhari

Al-Imam al-Bukhari, pengarang Shahih al-Bukhari, juga melakukan ta’wil terhadap bebrapa teks yang mutasyabihat, antara lain teks tentang tertawanya Allah dalam sebuah hadits dita’wilnya dengan rahmat Allah, dan wajah Allah [QS.28: 88] dita’wilnya dengan kerajaan Allah dan amal yang dilakukan semata-mata karena mencari ridha Allah.

Data-data tersebut menujukkan bahwa ta’wil yang dilakukan oleh Ahlussunnah Wal-Jamaah merupakan pemahaman terhadap teks-teks mutasyabihat sesuai dengan pemahaman ulama salaf yang salih.

  1. Qadar dan Ilmu Allah

Taqiyyuddin al-Nabhani berkata:

قَدْ وَرَدَ اْلإِيْمَانُ بِالْقَدَرِ فِيْ حَدِيْثِ جِبْرِيْلَ فِيْ بَعْضِ الرِّوَايَاتِ، فَقَدْ جَاءَ قَالَ: وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ، إِلاَّ أَنَّهُ خَبَرُ آحَادٍ، عِلاَوَةً عَلىَ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْقَدَرِ هُنَا عِلْمُ اللهِ، وَلَيْسَ الْقَضَاءَ وَالْقَدَرَ الَّذِيْ هُوَ مَوْضِعُ خِلاَفٍ فِيْ فَهْمِهِ.

Telah datang keimanan dengan qadar dalam hadits Jibril menurut sebagian riwayat, di mana Nabi saw bersabda: “Dan kamu percaya dengan qadar, baik dan buruknya.” Hanya saja hadits ini tergolong hadits ahad (persumtif), di samping yang dimaksud dengan qadar di sini adalah ilmu Allah, dan bukan qadha’ dan qadar yang menjadi fokus perselisihan dalam memahaminya.

 

Pernyataan al-Nabhani di atas memberikan kesimpulan bahwa. Pertama, keimanan dengan qadar Allah hanya terdapat dalam hadits Jibril menurut sebagian riwayat. Kedua, hadits tentang qadar tergolong hadits ahad yang tidak meyakinkan. Ketiga, yang dimaksud dengan qadar dalam hadits Jibril tersebut adalah pengetahuan atau ilmu Allah, dan bukan qadha’ dan qadar yang menjadi fokus kajian kaum Muslimin.

Sudah barang tentu pernyataan al-Nabhani tersebut tidak benar. Pertama, asumsi bahwa keimanan terhadap qadar Allah hanya terdapat dalam hadits Jibril melalui sebagian riwayat adalah tidak benar. Keimanan dengan qadar Allah disamping terdapat dalam hadits Jibril, juga dijelaskan dalam sekian banyak ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Sementara hadits lain yang juga menjelaskan keimanan terhadap qadar juga sangat banyak.

Selain empat hadits di atas, terdapat pula hadits-hadits lain di antaranya adalah:

عَنْ أَبِي الأَسْوَدِ الدِّيلِيِّ قَالَ، قَالَ لِي عِمْرَانُ بْنُ الْحُصَيْنِ: أَرَأَيْتَ مَا يَعْمَلُ النَّاسُ الْيَوْمَ وَيَكْدَحُونَ فِيهِ أَشَيْءٌ قُضِيَ عَلَيْهِمْ وَمَضَى عَلَيْهِمْ مِنْ قَدَرِ مَا سَبَقَ أَوْ فِيمَا يُسْتَقْبَلُونَ بِهِ مِمَّا أَتَاهُمْ بِهِ نَبِيُّهُمْ وَثَبَتَتْ الْحُجَّةُ عَلَيْهِمْ، فَقُلْتُ: بَلْ شَيْءٌ قُضِيَ عَلَيْهِمْ وَمَضَى عَلَيْهِمْ، قَالَ فَقَالَ: أَفَلاَ يَكُونُ ظُلْمًا، قَالَ: فَفَزِعْتُ مِنْ ذَلِكَ فَزَعًا شَدِيدًا، وَقُلْتُ: كُلُّ شَيْءٍ خَلْقُ اللهِ وَمِلْكُ يَدِهِ، فَلاَ يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ، وَهُمْ يُسْأَلُونَ، فَقَالَ لِي: يَرْحَمُكَ اللهُ إِنِّي لَمْ أُرِدْ بِمَا سَأَلْتُكَ إِلاَّ ِلأَحْزِرَ عَقْلَكَ، إِنَّ رَجُلَيْنِ مِنْ مُزَيْنَةَ أَتَيَا رَسُولَ اللهِ J فَقَالاَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ مَا يَعْمَلُ النَّاسُ الْيَوْمَ وَيَكْدَحُونَ فِيهِ أَشَيْءٌ قُضِيَ عَلَيْهِمْ وَمَضَى فِيهِمْ مِنْ قَدَرٍ قَدْ سَبَقَ أَوْ فِيمَا يُسْتَقْبَلُونَ بِهِ مِمَّا أَتَاهُمْ بِهِ نَبِيُّهُمْ وَثَبَتَتْ الْحُجَّةُ عَلَيْهِمْ، فَقَالَ: لاَ بَلْ شَيْءٌ قُضِيَ عَلَيْهِمْ وَمَضَى فِيهِمْ، وَتَصْدِيقُ ذَلِكَ فِي كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ (وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا).

Abu al-Aswad al-Dili berkata: “Imran bin al-Hushain berkata kepadaku, “Bagaimana menurutmu, apakah sesuatu yang dikerjakan dan diusahakan oleh manusia sekarang merupakan sesuatu yang telah diputuskan sebelumnya oleh Allah dan sesuai dengan ketentuan yang telah berlalu bagi mereka, atau juga apa yang akan mereka hadapi dari hal-hal yang telah dibawa oleh nabi mereka dan hujjah telah berlaku pada mereka?” Aku menjawab: “Tentu, sesuatu yang telah diputuskan dan ditetapkan sebelumnya pada mereka.” Abu al-Aswad berkata; “Imran bertanya lagi: “Apakah hal itu bukan kezaliman dari Allah?”

Abu al-Aswad berkata: “Aku sangat terkejut dengan pernyataan Imran. Lalu aku berkata: “Segala sesuatu adalah ciptaan Allah dan milik-Nya. Jadi, Allah tidak akan ditanya atas perbuatan-Nya, melainkan manusia yang akan ditanya atas perbuatan mereka. Lalu Imran berkata kepadaku: “Semoga Allah mengasihimu. Sesungguhnya aku bertanya hanya karena ingin menguji kemampuan akalmu. Sesungguhnya dua orang laki-laki dari suku Muzainah mendatangi Rasulullah saw dan bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah apa yang dikerjakan dan diusahakan oleh manusia sekarang ini merupakan sesuatu yang telah diputuskan dan ketentuan yang telah berlalu bagi mereka, atau tentang apa yang akan mereka hadapi berupa sesuatu yang dibawa oleh nabi mereka dan hujjah telah berlaku atas mereka?” Nabi saw menjawab: “Tentu, sesuatu yang telah diputuskan dan ketetapan yang telah berlalu bagi mereka.” Pembenaran hal tersebut ada dalam firman Allah SWT: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.”

Sedangkan asumsi al-Nabhani bahwa hadits tentang keimanan terhadap qadha’ dan qadar Allah termasuk hadits ahad adalah tidak benar. Al-Nabhani juga berasumsi bahwa makna qadar dalam hadits Jibril, “Kamu beriman terhadap qadar Allah, baik dan buruknya”, adalah pengetahuan dan ilmu Allah. Sementara para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah mengartikan qadar dalam hadits tersebut dengan al-maqdur, yaitu sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah, bukan ilmu Allah.

Dengan demikian asumsi al-Nabhani yang menganggap bahwa qadar adalah pengetahuan dan ilmu Allah jelas bertentangan dengan hadist shahih diatas.

  1. Kema’shuman Para Nabi

Menurut Ahlussunnah Wal-Jama’ah, setiap Muslim harus meyakini bahwa para nabi itu adalah orang yang ma’shum (terjaga dari perbuatan dosa), baik sesudah mereka diangkat menjadi nabi atau sebelumnya. Namun keyakinan ini berbeda dengan keyakinan Hizbut Tahrir. Dalam hal ini, al-Nabhani berkata:

إِلاَّ أَنَّ هَذِهِ الْعِصْمَةَ لِلأَنْبِيَاءِ وَالرُّسُلِ إِنَّمَا تَكُوْنُ بَعْدَ أَنْ يُصْبِحَ نَبِيًّا أَوْ رَسُوْلاً بِالْوَحْيِ إِلَيْهِ. أَمَّا قَبْلَ النُّبُوَّةِ وَالرِّسَالَةِ فَإِنَّهُ يَجُوْزُ عَلَيْهِمْ مَا يَجُوْزُ عَلىَ سَائِرِ الْبَشَرِ، ِلأَنَّ الْعِصْمَةَ هِيَ لِلنُّبُوَّةِ وَالرِّسَالَةِ.

Hanya saja keterjagaan para nabi dan rasul itu terjadi sesudah mereka menjadi nabi atau rasul dengan memperoleh wahyu. Adapun sebelum menjadi nabi dan rasul, maka sesungguhnya bagi mereka boleh terjadi perbuatan yang terjadi pada manusia biasa, karena keterjagaan itu hanya bagi kenabian dan kerasulan.

Sudah barang tentu pernyataan al-Nabhani di atas tidak benar. Para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah telah berpendapat bahwa para nabi itu harus memiliki sifat shidq (jujur), amanat (dipercaya) dan fathanah (cerdas).

Oleh karena itu, Allah SWT tidak akan memilih sebagai nabi atau rasul, kecuali terhadap orang yang selamat dari. Dengan berpijak terhadap pendapat al-Nabhani, bahwa para nabi boleh jadi melakukan perbuatan dosa apa saja sebelum menjadi nabi sebagaimana layaknya manusia biasa, Hizbut Tahrir berarti berpandangan bahwa derajat kenabian yang agung boleh disandang oleh orang yang pada masa lalunya sebagai pencuri, perampok, homo sex, pembohong, penipu, pecandu narkoba, pemabuk dan pernah melakukan kehinaan-kehinaan lainnya.

  1. Melecehkan Mayoritas Kaum Muslimin

Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani berkata:

وَالْحَقِيْقَةُ أَنَّ رَأْيَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَرَأْيَ الْجَبَرِيَّةِ وَاحِدٌ، فَهُمْ جَبَرِيُّوْنَ. وَقَدْ أَخْفَقُوْا كُلَّ اْلإِخْفَاقِ فِيْ مَسْأَلَةِ الْكَسْبِ، فَلاَ هِيَ جَارِيَةٌ عَلىَ طَرِيْقِ الْعَقْلِ، إِذْ لَيْسَ عَلَيْهَا أَيُّ بُرْهَانٍ عَقْلِيٍّ، وَلاَ عَلىَ طَرِيْقِ النَّقْلِ، إِذْ لَيْسَ عَلَيْهَا أَيُّ دَلِيْلٍ مِنَ النُّصُوْصِ الشَّرْعِيَّةِ، وَإِنَّمَا هِيَ مُحَاوَلَةٌ مُخْفِقَةٌ لِلتَّوْفِيْقِ بَيْنَ رَأْيِ الْمُعْتَزِلَةِ وَرَأْيِ الْجَبَرِيَّةِ.

“Pada dasarnya pendapat Ahlussunnah dan pendapat Jabariyah itu sama. Jadi Ahlussunnah itu Jabariyah. Mereka telah gagal segagal-gagalnya dalam masalah kasb (perbuatan makhluk), sehingga masalah tersebut tidak mengikuti pendekatan rasio, karena tidak didasarkan oleh argument rasional sama sekali, dan tidak pula mengikuti pendekatan naqli karena tidak didasarkan atas dalil dari teks-teks syar’i sama sekali. Masalah kasb tersebut hanyalah usaha yang gagal untuk menggabungkan antara pendapat Mu’tazilah dan pendapat Jabariyah.”

Dalam bagian lain, al-Nabhani juga mengatakan:

الإِجْبَارُ هُوَ رَأْيُ الْجَبَرِيَّةِ وَأَهْلِ السُّنَّةِ مَعَ اخْتِلاَفٍ بَيْنَهُمَا فِي التَّعَابِيْرِ وَاْلاِحْتِيَالِ عَلىَ اْلأَلْفَاظِ، وَاسْتَقَرَّ الْمُسْلِمُوْنَ عَلىَ هَذَا الرَّأْيِ وَرَأْيِ الْمُعْتَزِلَةِ، وَحُوِّلُوْا عَنْ رَأْيِ الْقُرْآنِ، وَرَأْيِ الْحَدِيْثِ، وَمَا كَانَ يَفْهَمُهُ الصَّحَابَةُ مِنْهُمَا.

“Ijbar (keterpaksaan) adalah pendapat Jabariyah dan Ahlussunnah, hanya antara keduanya ada perbedaan dalam ungkapan dan memanipulasi kata-kata. Kaum Muslimin konsisten dengan pendapat ijbar ini dan pendapat Mu’tazilah. Mereka telah dipalingkan dari pendapat al-Qur’an, hadits dan pemahaman shahabat dari al-Qur’an dan hadits.”

Pernyataan al-Nabhani di atas mengantarkan pada beberapa kesimpulan. Pertama, pendapat Ahlussunnah Wal Jama’ah dan Jabariyah itu pada dasarnya sama dalam masalah perbuatan manusia. Perbedaan antara keduanya hanya dalam ungkapan dan dalam manipulasi kata-kata. Kedua, Ahlussunnah Wal Jama’ah telah gagal dalam mengatasi problem perbuatan manusia melalui pendekatan teori kasb, sehingga terjebak dalam pendapat yang tidak didukung oleh dalil rasional maupun dalil naqli. Ketiga, kaum Muslimin sejak sekian lamanya telah berpaling dari al-Qur’an, hadits dan ajaran sahabat. Dan keempat, pernyataan tersebut memberikan kesan yang cukup kuat bahwa al-Nabhani dan Hizbut Tahrir telah keluar dari golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan mayoritas kaum Muslimin.

Sudah barang tentu pernyataan al-Nabhani di atas termasuk kesalahan fatal dalam soal ideologi dan pelecehan terhadap para ulama kaum Muslimin. Pertama, asumsi al-Nabhani bahwa pendapat Ahlussunnah Wal-Jama’ah sama dengan pendapat Jabariyah dalam masalah perbuatan manusia adalah tidak benar. Pendapat Ahlussunnah Wal Jama’ah berbeda dengan pendapat Jabariyah dalam menanggapi perbuatan menciptakan perbuatannya, dan Allah tidak berbuat apa-apa terkait dengan perbuatan hewan yang ada.

 

Kedua, asumsi al-Nabhani bahwa seluruh kaum Muslimin sejak sekian lama telah berpaling dari ajaran al-Qur’an, hadits dan pendapat para sahabat juga tidak benar dan bertentangan dengan dalil-dalil al-Qur’an dan hadits allah melindungi kaum muslimin dari bersepakat dan bersekongkol dalam kebatilan

Menurut al-Imam Fakhruddin al-Razi, ayat di atas memberikan pesan hukum bahwa keluar dari jalan orang-orang mukmin adalah haram. Setiap Muslim harus mengikuti jalan orang-orang mukmin. Sementara al-Nabhani bukan hanya keluar dari jalan orang-orang mukmin, justru ia melecehkan mereka dan menganggap bahwa orang-orang mukmin telah tersesat jalan dari ajaran al-Qur’an, hadits dan ajaran sahabat. Dalam hadits shahih, Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ J: إِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلاَلَةٍ، وَيَدُ اللهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلىَ النَّارِ.

Ibn Umar berkata, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku, atas kesesatan. Pertolongan Allah selalu bersama jama’ah. Dan barangsiapa yang mengucilkan diri dari jama’ah, maka ia mengucilkan dirinya ke neraka.”

Hadits di atas menunjukkan pada beberapa pesan. Pertama, umat Islam tidak akan bersepakat pada kesesatan dan kekeliruan dalam menjalani kehidupan beragama. Kedua, Allah SWT akan menolong orang-orang yang mengikuti jalan mayoritas kaum Muslimin. Dan ketiga, orang yang mengucilkan dirinya (syudzudz) dari mayoritas kaum Muslimin, berarti telah mengucilkan dirinya ke neraka.

Sementara Taqiyyuddin al-Nabhani dan Hizbut Tahrir mengambil sikap sebaliknya. Pertama, Hizbut Tahrir berpendapat bahwa seluruh kaum Muslimin telah berpaling dari ajaran al-Qur’an, hadits dan pendapat sahabat. Kedua, Hizbut Tahrir tidak menjaga kebersamaan dengan cara mengikuti mayoritas kaum Muslimin. Dan ketiga, Hizbut Tahrir mengucilkan dirinya dari mayoritas kaum Muslimin. Dan ini menjadi bukti yang sangat kuat, bahwa Hizbut Tahrir telah keluar dari Ahlussunnah Wal Jama’ah.

 

  1. Pengingkaran Siksa Kubur

Di antara keyakinan mendasar setiap Muslim adalah menyakini adanya siksa kubur. Hal ini seperti ditegaskan oleh al-Imam Abu Ja’far al-Thahawi dalam al-‘Aqidah al-Thahawiyyah berikut ini:

وَنُؤْمِنُ بِمَلَكِ الْمَوْتِ الْمُوَكَّلِ بِقَبْضِ أَرْوَاحِ الْعَالَمِيْنَ، وَبِعَذَابِ الْقَبْرِ لِمَنْ كَانَ لَهُ أَهْلاً.

“Kami beriman kepada Malaikat maut yang diserahi mencabut roh semesta alam, dan beriman kepada siksa kubur bagi orang yang berhak menerimanya.”

Berdasarkan keyakinan ini, Rasulullah SAW menganjurkan agar umatnya selalu memohon kepada Allah SWT agar diselamatkan dari siksa kubur. Namun tidak demikian halnya dengan Hizbut Tahrir yang mengingkari adanya siksa kubur, mengingkari kebolehan tawassul dengan para nabi dan orang, salih serta peringatan maulid Nabi SAW. Pengingkaran Hizbut Tahrir terhadap adanya siksa kubur juga dijelaskan dalam buku al-Dausiyyah, kumpulan fatwa-fatwa Hizbut Tahrir ketika menjelaskan hadits yang menyebutkan tentang siksa kubur. Menurut buku tersebut, meyakini siksa kubur yang terdapat dalam hadits tersebut adalah haram, karena haditsnya berupa hadits ahad, akan tetapi boleh membenarkannya. Bahkan salah seorang tokoh Hizbut Tahrir, yaitu Syaikh Umar Bakri pernah mengatakan: “Aku mendorong kalian untuk mempercayai adanya siksa kubur dan Imam Mahdi, namun barang siapa yang beriman kepada hal tersebut, maka ia berdosa.”.

Sudah barang tentu pengingkaran Hizbut Tahrir terhadap adanya siksa kubur karena alasan haditsnya termasuk hadits ahad dan bukan mutawatir, adalah tidak benar. Karena disamping adanya siksa kubur merupakan keyakinan kaum Muslimin sejak generasi salaf, juga hadits-hadits yang menerangkan adanya siksa kubur sampai pada tingkat mutawatir, dan bukan hadits ahad sebagaimana asumsi Hizbut Tahrir. Dalam konteks ini al-Imam Hafizh al-Baihaqi berkata:

وَاْلأَخْبَارُ فِيْ عَذَابِ الْقَبْرِ كَثِيْرَةٌ، وَقَدْ أَفْرَدْنَا لَهَا كِتَاباً مُشْتَمِلاً عَلىَ مَا وَرَدَ فِيْهاَ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَاْلآثَارِ، وَقَدِ اسْتَعَاذَ مِنْهُ رَسُوْلُ اللهِ J، وَأَمَرَ أُمَّتَهُ بِاْلاِسْتِعَاذَةِ مِنْهُ … قَالَ الشَّافِعِيُّ : إِنَّ عَذَابَ الْقَبْرِ حَقٌّ.

Hadits-hadits mengenai adanya siksa kubur banyak sekali. Kami telah menyendirikannya dalam satu kitab yang memuat dalil-dalil dari al-Qur’an, Sunnah dan atsar tentang siksa kubur. Rasulullah saw telah memohon perlindungan kepada Allah dari siksa kubur dan memerintahkan umatnya agar memohon perlindungan darinya… Al-Imam al-Syafi’i berkata:”Sesungguhnya siksa kubur itu benar.”

 

 

  1. Mengkafirkan Kaum Muslimin

Islam mengajarkan untuk selalu bersikap mederat, netral dan tidak berlebih-lebihan dalam menyikapi suatu persoalan. Sikap seperti ini akan mengantaarkan sesorang untuk bisa bersikap bijak, adil, berimbang dan tidak memihak. Dengan suatu permasalahan yang berkaitan dengn agama sekalipun kita tidak diajarkan untuk bersikap etkten karena sikapp yang seperti itu akan menyebabkan seseorang salah dalam mengambil keputusan yang faatal serta merugikan diri sendiri. Nabi SAW bersabda:

 

Ibn Abbas berkata : “ Rasulullah SAW bersabda: “ Jauhilah sikap ektern (berlebih-lebihan) dalam agama, karaena sesungguhnya yang mencelakakan orang-orang sebelum kamu adalah sikap ektrem dalam beragama.”

Tegaknya khilafah Islamiyah, sebagai simbol pemersatu umat Islam dan lambang kejayaan kaum Muslimin pada masa silam, memang diwajibkan dalm agama apabila kita mampu melakukannya. Namun berlebih-lebihan dan terlalu bersemangat dalam menyikapi khilfah, juga kurang baik dan dapaat menjerumuskan kita pada sikap yan gkeliru. Tidak sedikit dikap ektrem seseorang justru menjerumuskannya kedalam jurang kesalahan yang sangat fatal. Seperti yang terjadi pada Taqiyyudin al-Naabhani dalam pernyataanya berikut ini:

  1. JAMA’AT TABLIGH (JT)

Pengertian dan Sejarah Kemunculan

Jama’ah tablig didirikan di India oleh Syekh Muhammad Ilyas (1303-1363 H) dn anaknya, Syekh Muhammad Ilyas al-kandalawi. S yekh Muhammad Ilyas talh menulis kitab yang berjudul Malfudhat Ilyas, sedangkan Syekh Muhammad Yusuf menulis kitab hayat al-Shahabah. Jama’ah ini memilki cabagng diseluruh penjuru dunia.

  1. Dasar Pemikiran dan Metode JT

Dasar pemikiran mereka adalh menyampaikan dakwah islamiyah ke semua orang, melakukan komunikasi dengan seluruh masyarakat, serta menadakan perjalanan ke negara-negara islam nutuk berdakwah. Selain itu, menyampaikan dakwah islamiyah sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW dan sahabatnya dengan tujuan menyebarkan agama islam dengan cara bertatap muka langsung dengan masyarakat serta berbicara dengan kalangn gasrot dengan bijaksana, lemah lembut dan penuh harap, dan memberikan dorongan kepada mereka untuk meninggalkan kenikmatan-kenikmtn duniawi dan kesenangan-kesenangan jasmani guna memperoleh kenikmatan iman. Sedangkan metode yang ditempuh para Jama’ah Tablig adalah berkelana dari negara satu kenegara lain, tanpa ada maksud tertentu kecuali hanya untuk menyebarkan ajaran islamiyah dengan cara berdakwah baik itu ilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Menurut jama’ah ini ada 4 tingkatan dalam berdakwah, yaitu : ulama, wujaha’, qudama’(mereka yang kelua untuk berdakwah) dan ‘amatunnas (masyarakat umum). Dakwah yang disampaikan ajaran ini adalah mengenai fadha’il (perbuatan-perbuatan baik).

Diantara yang diajarkan adalah memeplajari 10 surat terakhir dari Al-quran, dan adab-adab (sopan santun) yang besifat umum, seperti adab makan, minum, tidur, buang air (besar-kecil), serta perbuatan-perbuatan sunnah lainnya.

Dalam hal ibadah mereka membiasakan untuk membaca satu juz dari Al-quran dalam sehari, melakukn shalat wajib n sunnah, qiymul lail berdzikir siang dan malam. Jama’h Tabig mengenal 3 pengabian, yakni pengabdian kepada diri sendiri, jama’ah dan masyrakat atau kaum muslimin pada umumnya. Mengenai jihad jama’ah ini berpendapat, “ Allah SWT telah menjadikan jihad sebagai suatu kewajiban , seperti kewajiban-kewajiban lainnya yang memiliki syarat tertentu. Diatara syarat-syarat terebut adalah adanya seorang imam ynng bertugas memimpin kaum muslimin dalam melakukan jihad. Jihad ini dibag menjadi 2 yaitu yaitu jihad difa’i dan jihad ibtida’i. Jihad difai adalah jihad yang dilakukan oleh seorang muslim untuk membela jiwa dan hartanya dari bahaya yang mengancam sampai bahaya itu hilang. Sedangkan jihad ibtida’i merupakan jihad yang harus dilakukan dengan adanya seorang imam. Menrut mereka, tidak ada jihad dan khilafah kecuali adanya iman dan amal shaleh.

Para da’i jama’ah Tablig menanamkan aktivitas mendidik umat dengan Al-woran dan Hadist dengan sebutan tadrib wa tarbiyyah (pendidikan dan pelatihan) an tashfiyyah wa tarbiyyah ( pensucian dan pendidikan). Mereka mengatakan, setiap Muslim dituntut untuk menyampaikan apa yang mereka ketahui mengenai islam meskipun sedikit, dan sekalipun dian bukan temasuk orang yang berilmu. Karena sebenarnya dia berdakwah mengenai hal yang diketahuinya, buka hal yang tidak diketahuinya, selain itu, amar ma’ruf nahi munkar adalah wajii bagi setiap Muslim.

 

  1. JAMA’AH ISLAMIYAH (JI) INDONESIA

Pengertian dan Ssejarah Kemunculan

Organisasi Jama’ah Islamiyah (JI) Indonesia terkait erat dengan aktivitas pejuang muslim Indonesia, juga Malaysia, yang pernah ikut serta membela kepentingan umat islam dalam peperangan di afganistan melawan rezim Komunis Uni Soviet, pada awal tahun 80-an.Selain itu, berdirinya JI juga terkait erat dengan apa yang disebut dengan Negara Islam Indonesia (NII). Organisasi JI sisirikan oleh beberapa aktivis NII, saeperti ustad Abdul Khalim (dikenal dengan nama Ustad Abdullah Sungkar, yang juga pendiri pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Surakarta). Kala itu Abdul Halim adalah aktivis NII, yag ikut bergabng dengan kekuatan Mujahidin Afganistan berjuang melawan rezim komunis Uni soviet. Penulis buku membongkar Jamaah Islamiyah, pengakuan Mantan anggota JI, naasir Abbas menyatakan, bisa dikatakan bahwa JI adalah pecahan dari NII. Persisnya, JI didirikan pada januari 1993 di Torkham, Afganistan.

  1. Dasar Pemikiran dan Metode JI

Organisasi JI termsuk salh sastu gerkan Islam radikal yang menganut prinsipjihad dijalan Allah SWT dalam segala aspek dan sendi kehidupan. Dalam melaksanakan aksinya (jihad-red), terkadang sebagian anggota JI menghalalkan jalan kekerasan, termasuk bom bunuh diri, seperti yang pernah terjadi Bom Bali I dan II. Pada perkembangannya, para anggota dan aktivis JI ini menyebar keberbagai negara di Asia Tenggara, sepeti Malysia, Filiphina dan Thailand dan Indonesia. Dalam peerjalananya, mulai tumbuh friksi perpecahan dalam tubuh JI, khususnya sejak didirikannya Majelis Mujahidin Indonesia (MII) pada tahun 2000. Tidak setiap orang bisa menjadi anggota JI seperti dalam angota organisasi lain, JI juga mempunyai syarat bagi mereka yang ingin menjadi anggota JI. Dalam buku Membongkar Jamaah Islamiyah, pengakuan Mantan JI, disebutkan persyaratan itu antara lain:

  1. Harus beragama Islam, karena organisasi JI adalah organisasi Islam
  2. Harus memahami ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW tentang perlunya berjama’ah.
  3. Sebelum ditawarkan untuk iltizam (bergabung kedadlam jama’ah), umat islam diberikan proram tholabul ‘ilmi (menuntut ilmmu pengetahuan) berupa pengajian dan khursus-kursus kuran g lebih sampai 1 ½ hingga 2 tahun.
  4. Harus aqil balig.

Jika semua persyaratan tersebut dapat terlewati, maka orang ini dpat dinyatakan sebagai anggota baru JI. Ketika sudah menjadi aanggota JI ada beberapa kewjiban yang harus di taati:

  1. mendenganr dan taat kepad a Amir menurut kemampuannya dalam hal-hal tidak melkukan maksiat
  2. Mentaati peraturan Jamaah
  3. Meminta izin kepada Amir atau yang bertanggung jawa lainnya untuk tugas tertentu.

 

Diluar itu JI juga memiliki prinsip dasar perjuangan atau yang dikenal dnegan Ushul Manhaj Haraky li Iqamaddin (Pedoman Umum perjuangan Jamaah islmiyah/PUPJI).

Prinsip-prinsip PUPJI itu diantaranya:

  1. Tujuan kita adalah untuk mencari keridhaan Allah SWT dengan cara yang ditetpkan Allah SWT dan Rsul-Nya.
  2. Akidah kita adalah Akidah ahlussunnah Waljamaah minhajis shalih.
  3. Pemahaman kita tentang Islam adalah syumul (menyeluruh), megikuti pemahaman shalafus shaleh.
  4. Sasaran perjuangan kita adalah memperhambakan menusisa kepada Allah SWT semata.
  5. Jalan kita adalah iman, hijrah, dan jihad fisabilillah.
  6. Bekal kita adalah ilmu dan taqwa
  7. Wala’ kita kepada Allah SWT, Rasulullah SAW dan orang-orang beriman.
  8. Musuh kita adalah setan jin dan setan manusia
  9. Ikatan kita akan kesamaan tujuan, akidah dan pemahaman mengenai agama.
  10. Pengalaman islam kita adalah secara murni dan kaffah (sempurna), sistem jamaah , kemudian daulah, lalu kifalh.

 

  1. AHMADIYAH QADIANIYAH

Pengertian dan Sejarah kemunculan

Ahmadiyah qadiniyyah merupkan sebuah kelompok yang sangat fanatik kepada Mirza Ghulam Ahmad al-adiyani. Mirza Ghulam lahir di Qadiniyyah, India, pada 1281 H. Arti Ghulam ahmad adalah Hamba Ahmad atau Hamba Muhammad.

Ajaran dan keyakinan

Mirza ghulam hma menganggap dirinya sebagai mujaddid (pembaharu) dan pengikut nabi SAW, meskipun ia juga menerima wahyu keuduknnya tidak sama dengan kedudukan nabi Muhammad SAW beliau merupakan nabi terakir an tidak ada nabi lagi setelahnya yang membawa syariat. Tetapi tidak menutup kemunginan, Allah SWT mengutus kembali nabi yang tidak membawa syariat.

Diantara nabi-nabi yang tidak membawa syariat diantaranya mirzaghulam ahmad al-qadiyani. Dialah nabi yang berad adi naungan nabi Muhammad SAW.

Kelompok Qadaniyyah juga terkenal dengan nama Ahmaiyyah dikaraenakanin kebiasaan orang-orang barat dalam menyebut para pengikut sebuah kelompok dengan menyebut nama pendirinya. Dalam rangkan menyebarkan aqidah, al-qadaniyyah menerbitkan sebuah majalah yang diberi nama Majalah al-adyan. Sebelum meninggal yait pada tahun 1908 al-qadaniyyah telah berwasiat pada para pengikutnya agar merekea menulis dikuburannya nama mirza ghulam ahmad mau’ud (Mirza Ghulam Ahmad yang dijanjikan) .Maksudnya yang dijanjkan akan masuk surga).

Sepeninggal Mirza Ghulam Ahmad, para pengikut qadiyani pecah menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah kelommpok yang berpenapat bahwa mirza ghulam ahmadbenar-benar seorang nabi dan bahwa alran qadaniyah atau ahmadiyyah adalah ebuah agama. Edangkan kelompok kedua berpendapat bahw mirza hanyalah seorang wali allah saja. Ia hanya sseorang mujaddid (pembaharu pada awal abad ke-14, sebaaimana telah dijelaskan dalam perkataannyasendiri. Ia juga menggunakan tafsir da taqwil dalam menjelaskan perkataaa-perkataan alqadaniyani, sehingga menurutnya, alqaniyani bukanlaha aseorang anbi yang diutus Allah SWT, menurutnya nabi Muhammad adalah penutup para nabi.

Akidah dan Manhaj yang terdiri atas 22poin, di antaranya adalah sebagai berikut :

  1. Menjauhi , membenci, memusuhi, dan memerangi thaghut (segala sesuatu yang diibadahi selain Allah dan dia rela untuk diibadahi).
  2. Meyakini al-Qur’an itu bukan makhluk, karena itu wajib untuk diagungkan, diyakini, diikuti, dan di jadikan sebagai sumber hukum.
  3. Cinta kepada Nabi Muhammad saw hukumnya wajib dan merupakan ibadah, sedangkan membencinya adalah kekafiran, pengkhianatan dan kemunafikan.
  4. Menahan diri terhadap apa-apa yang dipertikaikan sahabat, yang dalam hal itu mereka berijtihad, dan mereka adalah sebaik-baik generasi.
  5. Beriman akan kambalinya khilafah rasyidah sesuai dengan manhaj Nabi Muhammad saw.
  6. Tidak mengkhafirkan seseorang dari kalangan orang-orang yang shalat menhadap kiblat kaum muslimin, lantaran ia melakukan perbuatan dosa seperti berzina, minum khamr, dan mencuri, selama ia tidak menganggapnya halal (pertengahan antara keyakinan khawarij dan murijah).
  7. Berkeyakinan bahwa suatu negara apabila disana berlaku hukum islam dan penguasanya Muslim, maka negara itu adaah Negara Isam.
  8. Tidak memaksa orang kafir untuk masuk islam. Namun orang kafir harus dipaksa tunduk di bawah kekuasaan Islam untuk menghilangkan fitnah, melalui kekuatan Daulah Islamiyah.
  9. Berkeyakinan Islam wajib diamalkan secara kafah dan tidak boleh diamalkan secara sebagian-sebagian.
  10. Berkeyakinan bahwa hukum islam itu wajib dijadikan sebagai satu-satunya landasan hukum.
  11. Bentuk komunitas Muslim yang sesuai dengan sunnah Nabi adalah jamaah dan imamah.
  12. Jihad itu akan terus berjalan sampai hari kiamat, baik dengan adanya imam atau tidak.
  13. Wajib bagi seluruh kaum Muslimin untuk hidup di bawah satu kepemimpinan khalifah yang mengatur seluruh urusan mereka berdasarkan syari’at Islam untuk kemaslahatndunia dan akhirat.
  14. JAT berwala’ (loyal) kepada Allah, Rasul-Nya dan orang beriman. Dan membela wali-wali Allah dan membenci musuh-musuh Allah.
  15. JAMA’AH ANSHARUT TAUHID (JAT)
  16. Jamaah dan Imamah Bagi JAT

Menurut Abu Bakar Ba’asyir, selain menurunkan Islam sebagai landasan hidup untuk mengatur kehidupan, Allah juga menurunkan sistem untuk mengaturnya. Yaitu, dengan sistem kekuasaan. Allah juga menurunkan sistem dalam memperjuangkan Islam dengan dakwah dan jihad. Allah juga menurunkan cara dan sistem dalam berorganisasi dalam Islam dengan sistem al-Jama’ah wa al-Imamah (kelompok dan kepemimpinan).

Dalam sistem al-Jama’ah wa al-imamah, menurut Ba’asyir, Amir bertanggung jawab langsung kepada Allah. Amir juga tidak dipilih secara periodik, melainkan berlaku kepemimpinan seumur hidup selama amir itu tidak melanggar syari’at, wafat, atau masih hidup tapi lemah. Karena itu Ba’asyir itu menyetujui adanya kongres seperti yang selama ini dilakukan oleh MMI.

Perbedaan pendapat soal berorganisasi itu akhirnya berujung pada mundurnya ABB dari MMI. Bagi Ba’asyir, dakwah dan jihad sebagai cara perjuangan yang ditempuh MMI sudah benar. Namun sistem yang digunakannya masih menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan sunnah Nabi.

Semula, ia akan memperbaiki sistem organisasi MMI agar sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad saw. Namun takdir Allah berkata lain, baru dua tahun menjabat sebagai amir, ia dipenjara. Setelah ia keluar dari LPN Cipinang, ia berusaha meluruskan sistem organisasi MMI. Namun hasilnya, menurutnya, nihil. Maka ia pun memutuskan untuk mundur sebagai amir MMI.

Soal sistem kepemimpinan ini juga membuat Ba’asyir diterpa tudingan miring bahwa dirinya menganut paham Syiah. Namun tudingan ini dibantah Ba’asyir. Menurutnya, dalam Syiah, seorang amir ma’shum (terjaga dari dosa), sedangkan menurut islam, amir itu tidak ma’shu, bisa saja berbuat salah dan dosa.

Sisten al-jama’ah wa ai-imamah ini kemudian menjadi akidah dan manhaj Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT), kendaraan baru Abu Bakar Ba’asyir. Disebutkan dalam Pokok-Pokok Akidah dan Manhaj JAT : Dakwah dan amar ma’ruf nahyi munkar adalah kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh perorangan maupun oleh sebuah komunitas muslim untuk menjaga keberlangsungan syariat islam. Adapun bentuk komunitas muslim yang sesuai dengan sunnah nabi adalah al-jama’ah wa al-imamah.

 

  1. FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

Sekilas tentang FPI

FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh sejumah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan saksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek, dipimpin oleh Habib Muhammad Rizieq bin Syihab, Lc.

Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan.

Latar belakang pendirian FPI sebagaimana disebutkan oleh organisasi tersebut antara lain :

  1. Adanya penderitaan panjang ummat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa.
  2. Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela diseluruh sektor kehidupan.
  3. Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta ummat Islam.

FPI menjadi sangat terkenal karena aksi-aksinya yang kontroversial sejak tahun 1998,   terutama yang dilakukan oleh laskar para militernya yakni Laskar Pembela Islam. Walaupun disamping aksi-aksi kontroversial tersebut FPI juga melibatkan diri dalam aksi-aksi kemanusiaan antara lain pengiriman relawan ke daerah bencana tsunami di Aceh

  1. Ajaran dan Dasar Berpikir

Sesuai dengan latar belakang pendiriannya, FPI mempunyai sudut pandang yang menjadi kerangka berfikir organisasi(visi), bahwa penegakan amar ma’ruf nahi munkar adalah satu-satunya solusi untuk menjauhkan kezhaliman dan kemungkaran.

FPI bermaksud menegakkan amar ma’aruf nahi munkar secara kaffah di segenap sektor kehidupan, dengan tujuan menciptakan umat sholihat yang hidup dalam baldah thoyyibah dengan limpahan keberkahan dan keridhan Allah ‘azza wa Jalla.

  1. Amar Ma’ruf Nahi Munkar ala FPI

Sebagaimana tertulis dalam dokumen Risalah Historis dan Garis Perjuangan FPI, tujuan berdirinya FPI adalah untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Menurut risalah tersebut, amar ma’aruf adalah perintah untuk melakukan segala perkara yang baik menurut hukum syara’ dan hukum akal. Sedangkan nahi munkar adalah mencegah setiap kejahatan atau kemungkaran, yakni setiap perkara yang dianggap buruk oleh syara’ dan hukum akal.

Meskipun memiliki berbagai program, misalnya alam bidang sosial, aksi FPI Yang paling kentara adalah penerapan nahi munkar. Seperti dilaporkan media, aksi mereka banyak yang berakhir rusuh dan anarkis.

Kenyataan ini mengundang berbagai komentar, baik yang pro maupun yang kontra dengan tindakan FPI. Sedangkan di sisi lain, pihak FPI menyakini apa yang mereka lakukan dibenarkan oleh syariat, yakni dalam kerangka amar ma’ruf nahi munkar. Mereka memiliki metode dan strategi dakwah, amar ma’ruf dan nahi munkar. Mereka juga memberikan penjelasan dengan disertai dalil dan argumen untuk membenarkan pendapatnya.

Dalam mencapai tujuan amar ma’ruf, FPI mengutamakan metode bijaksana dan lemah lembut melalui langkah-langkah : mengajak dengan hikmah (kebijaksanaan, lemah lembut), memberi ma’uizhah hasanah(nasehat yang baik), dan berdiskusi deng cara yang terbaik. Sedangkan dalam melakukan nahi munkar, FPI mengutamakan sikap yang tegas melalui langkah-langkah : menggunakan kekuatan atau kekuasaan bila mampu dan menggunakan lisan dan tulisan, bila kedua langkah tersebut tidak mampu dilakukan, maka nahi munkar dilakukan dengan menggunakan hati, yang tertuang dalam ketegasan sikapuntuk menyetujui segala bentuk kemungkaran.

Terkait dakwah, metode yang digunakan harus lembut, karena Allah menyatakan:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَن

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS. An-Nahl 125)

Menurut FPI, ayat di atas adalah ayat dakwah, bukan ayat nahi munkar. Menurut mereka, orang terkadang salah kaprah, di mana ayat dakwah dianggap sebagai dalil nahi munkar, sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa metode nahi munkar harus lembut.

Selain dakwah, amar ma’ruf dan munkar, terdapat lagi ayat-ayat tentang perang. FPI melihat, berbagai macam kemungkaran, seperti peredaran narkoba, perjudian, film-film porno di Indonesia, saat ini bukan lagi sebagai kemksiatan individual. Tapi sudah menjadi kemaksiatan struktural. Ketua Umum FPI Habib Muhammad Rizieq bin Syihab mengatakan:

Kalau kemungkaran individual, orang melakukan maksiat, baik yang berkenaan dengan narkoba, judi, VCD porno dan sebagainya, tidak terlalu sulit kita menghadapinya. Insya’Allah lewat dakwah, lewat tabligh, lewat pengajian-pengajian, itu semua bisa di atasi dengan baik. Tapi yang jadi persoalan, kemungkaran di Indonesia saat i ni sudah menjadi kemaksiatan struktural. Mereka punya sistem dan god father yang mengendalikan itu semua. Jaringannya menggurita, masuk ke yudikatif, eksekutif, legislatif. Masuk juga ke elemen-elemen penegak hukum.

Karena itulah, dalam menghadapi kemungkaran dan kemaksiatan yang sudah terstruktural ini, FPI melancarkan strategi perang, karena kemungkarantersebut dinilai sebagai senjata perang oleh pihak musuh.

Habib Rizieq beralasan :

Bahkan yang lebih berbahaya, pornografi, perjudian, narkoba, di Indonesia, ternyata bukan hanya kemaksiatan struktural. Lebih dari itu, sudah bisa dijadiakan senjata perang. Jadi sebetulnya, kita saat ini sedang di serang. Kita di bom oleh negara-negara yang menginginkan liberalisasi dan kebebasan di Indonesia. Kita di serang dengan bom-nom maksiat. Tahun 70-an kita jadi negara transit narkoba. Tiba-tiba tahun 80-an kita jadi negara konsumen. Eh, tahun 90-an tahu-tahu kita berubah jadi negara produsen. Yang menarik, ketika digrebek dan ditangkap, mulai dari pemilik, operator pelaksana, ternyata banyak yang bukan orang Indonesia. Narkoba itu di jual dengan harga murah yang tidak masuk akal. VCD porno dengan harga murah, kenapa? Mereka bukan untuk cari duit. Mereka mau merusak moral. Inilah dahsyatnya bom-bom maksiat yang dilancarkan oleh musuh-musuh kita Ini tadi yang saya katakan, ini perang. Kemaksiatan sudah dijadikan alat perang.

Secara umum, strategi FPI dalam marespon kemungkaran terutama yang berkaitan dengan penyakit masyarakat sangat bergantung pada kondisi lokasi terjadinya kemungkaran tersebut. Jika masyarakat tidak mendukung kemungkaran tersebut, FPI akan menggunakan cara persuasif, melalui penggunaan metode pengajian atau tabligh akbar. Dengan pengajian atau tabligh akbar tersebut, FPI berharap terjadi perubahan paradigma masyarakat dari mendukung maksiat ke menolak masyarakat.

Namun Habib Rizieq mengatakan, kekerassan atau penyerbuan yang dilakukan FPI merupakan jalan terakhir yang terpaksa diambil FPI setelah setelah melewati berlapis-lapis prosedur, diantaranya mendesak kepolisian untuk berbuat.

Setelah melalui investigasi tempat-tempat tersebut terbukti di salah gunakan atau digunakan sebagai tempat kemungkaran, FPI akan melayangkan surat peringatan, baik kepada pemilik usaha maupun kepolisian terdekat. Mereka diberi deadline. Jika sampai pada waktu yang telah disebutkan belum ada tindakan, baik dari pemilik usaha maupun kepolisian, baru FPI akan melakukan sweeping atau penggrebekan.

  1. Perbedaan Metode Dakwah, Amar Ma’ruf, dan Nahi munkar

Seperti telah dijelaskan, menurut FPI, dakwah harus lembut, amar ma’ruf harus tegas, nahi munkar harus keras.

Kesimpulan bahwa dakwah harus lembut, diambil dari ayat:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang lebih baik . Sesungguhnya Rabbmu Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl 125)

Sedang secara umum, makna “keras” mencakup berbagai aspek dan bentuknya, berupa intonasi suara yang kasar dalam dakwah bi al-lisan, pilihan kata-kata yang “nylekit” dalam tulisan atau dakwah bi al-risalah, ataupun dalam manivesitasi tindakan yang terkesan “anarkis” dalam dakwah bi al-hal.

Demikian pula makna yang “menyejukkan” mencakup intonasi ucapan yang lembut, pilihan kata yang berkesan, indah dan menyentuh hati, materi dakwah yang tidak cenderung memvonis dan tindakan amr bi al-ma’ruf atau nahi al-munkar baik dalam dakwah bi al-lisan, dakwah bi al-hal, ataupun dalam dakwah bi al-risalah.

Mengenai sifat “keras” terhadap orang kafir ini, ash-Shabuni menjelaskan, yaitu, “Keras terhadap orang-orang yang menentang Islam yang demikian itu karena memang sudah diperintahkan Allah kepada mereka, begitu kerasnya sehingga orang-orang mukmin itu menjaga diri dari busana mereka, bahkan menyentuh badan mereka.”

Jadi keras dalam dakwah adalah berarti bertindak tegas terhadap orang-orang yang menentang agama Islam, atau menghalangi berkembangnya agam Islam bahkan kalau perlu membunuh orang yang memusuhi Islam. Demikian pula, keras juga berarti tegas dalam menyuruh agar kaum kafir itu kembali ke jalan Allah yang ma’ruf dan tegas dalam mencegah dari yang munkar. Dalam hal ini Abu Sa’id al-Khudri meriwayatkan dari Rasulullah bersabda ;

“Sungguh Allah akan bertanya pada hari kiamat sampai pada pertanyaan, apa yang menghalangimu untuk mengingkari kemungkaran saat engkau melihatnya ? Apabila Allah mendiktekan hujjah pada seorang hamba maka ia berkata, “Ya Tuhanku saya berharap (rahmat)-Mu dan saya takut kpada manusia”, dalam riwayat lain disebutkan, “Aku lebih berhak engkau takuti.”

Kapan aktivitass dakwah dengan metode keras dapat dilakukan? Dan bagaimana caranya? Metode dakwah yang keras (tegas) dapat digunakn apabila memenuhi syarat dan rambu-ambu berikut ini :

  1. Untuk mecegah kemungakaran

Jika memiliki posisi kuat, umat Islam bisa menjaga kehormatan dan harta dari gangguan dan kezaliman kafir. Bahkan jika yang berniat jahat tersebut saudara sesama muslim, maka saudaranya yang lain wajib mencegahnya. Imam Muslim meriwayatkan, sanadnya dari Abu Zaid. Ia berkat bahwa Rasulullah bersabda:

  1. Dakwah Islam dihalangi

Apabila dakwah Islam dihalangi atau kaum muslimin dizalimi, maka kaum muslimin diizinkan berdakwah atau mempertahankan jalannya dakwah dengan cara yang semisal. Sebagai contohnya adalah perang-perang yang dijalankan Rasulullah. Allah berfirman:

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS. Al-Hajj:39)

Apabila dakwah dengan tegas diberlakukan pada suatu tempat disela-sela zaman niscaya kaum kafir itu akan mengerti benar apa itu prinsip-prinsip keadilan dalm Islam, prinsip-prinsip hubungan sosial dalam Islamdan masalah-maslah lain dalam pokok dan mendasar dalam Islam. Dengan demikian kemungkaran dan kemaksiatan akan lebih mudah diminimalisasi. Sebagai buktinya adalah jama’atu al-muslimin di Madinah di masa Rasulullah.

Sebaliknya, ketika dakwah dengan tegas ini ditinggalkan dengan acuh tak acuh terhadap kemungkaran atau tidak peduli dengan sesama muslim yang dizalimi, bahkan membiarkan kemaksiatan disekeliling, maka sama artinya umat Islam menunggu bencana dan menanti derita yang akan menimpa umat.

Rasulullah bersabda (yang artinya),”Tidak ada seorang yang melakukan kemaksiatan di tengah umat, di mana mereka mampu mengubah kemungkarannyaa, tapi mereka enggan merubahnya, kecuali Allah akan menurunkan adzabnya, sebelum mereka mati.”

Umat Islam menjadi umat terbaik yang pernah ada di muka bumi, karena kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya benar-benar terjamin. Islam mewajibkan nahi munkar (melarang kemungkaran) terhadap segala perilaku yang membahayakan Islam dan manusia. Amanat untuk mengajak kepada kebaikan dan dakwah adalah tanggung jawab setiap muslim. Jika umat islam meninggalkan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, maka mereka tidak lagi memiliki keistimewaan sebagai umat yang terbaik.

 

Islam juga menilai bahwa amar makruf nahi munkar merupakan tanggung jawab kolektif. Allah berfirman :

شَدِيدُ شَدِيدُ اللَّهَ أَنَّ وَاعْلَمُوا خَاصَّةً مِنْكُمْ ظَلَمُوا الَّذِينَ تُصِيبَنَّ لَا فِتْنَةً وَاتَّقُوا

“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaannya.” (QS. Al-Anfal: 25)

Maksut dari tanggung jawab kolektif adalah, jika kemungkaran terjadi namun tidak yang berusaha melarangnya, maka Allah akan memberi sanksi kepada semua umat. Kepada yang melakukan kemungkaran itu karena perilakunya, dan kepada yang tidak melakukan kemungkaran, karena sikapnya yang pasif dan diam.

Namun betapapun tegasnya umat Islam harus mendakwakan Islam, mereka harus tetap berpegang teguh kepada firman Allah: “(Tetapi) janganlah kamu melampai batas, karen sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

Dengan demikian, upaya persuasif dan penuh kelembutan merupakan strategi dakwah, sedangkan amar makruf nahi munkar bisa dilakukan dengan lembut maupun tegas/keras.

Namun sejatinya, ada beda antara metodologi dakwah dan metodologi pemerintahan, yang akan menjauhkan umat dari segala kerancuan dan ambiguitas antara keduanya. Suatu hal yang sering membawa juru dakwah, dan umat yang meyakini kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, serta pemerintah, ke dalam kekacauan berpikir dan sikap tenang posisi, tugas dan wewenang masing-masing.

Hal ini diperjelas oleh penafsiran bahwa yang dimaksut dengan lafadz “fal yaughayyir bi yadihi” (maka hendaklah mengubah kemungkaran itu dengan tangannya) dalam hadist riwayat Imam Muslim di atas adalah “mengubah kemungkaran dengan kekuasaannya.” Dengan kata lain, hal itu adalah wewenang pemerintah, bukan “milisi-milisi” bentukan rakyat. Namun di mana pun, milisi akan muncul ketika negara lemah. Logikanya sederhana, karena masyarakat merasa terancam, sementara negara atau pemerintah tidak bisa melindungi warga. Dalam hal ini, rupanya FPI juga telah menilai negara saat ini lemah karena meski sudah diberi laporan tentang adanya kemungkaran, tidak ada tindakan rill untuk menumpasnya. Padahal, apabila masing-masing memahami porsi dan tegasnya, “kerancuan” wewenang seperti ini tidak akan terjadi.

Dengan kata lain, idealnya terdapat job discription yang jelas antara juru dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar dengan pemerintah. Dengan tujuan agara tidak terjadi kericuhan dan konflik horizontal di tengah masyarakat.

 

BAB III

KESIMPULAN

Perbedaan Aswaja dengan Aliran Lain :

IM HT JT JII AQ JAT FPI ASWAJA
·         Membentuk partai islam

·         Dakwah dilakukan dengan jihad

·         Mengadopsi ideology mu’tazilah

·         Mengingkari qadha dan qadar allah

·         Mengadakan perjalanan kenegara-negara islam untuk berdakwah ·         System daulah islamiyyah bersifat radikalisme ·         Menganggap seorang Mirza Ghulam Ahmad seorang Nabi ·         Sistem al-jamaah wa al-imamah ·         Dakwah harus lembut, amar ma’ruf harus tegas, nahi munkar harus keras ·         Lebih halus pengajarannya

 

Perbedaan Aswaja dengan Aliran lain dalam Sejarah

PERBEDAAN ASWAJA DENGAN SYIA’AH, KHAWARIJ, MU’TAZILAH, DAN WAHABI DALAM SEJARAH UMAT ISLAM

 index

 

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Agama Islam II (Ahlussunnah wa al-Jama’ah )

Dosen Pengampu: Nur Rohman, S.Pd., M.Si.

Oleh:

Ahmad Sobri               151120001717

Ali Zakaria                  151120001725

Dewi Nur Maulidiyah 151120001763

 

 

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA

2016

KATA PENGANTAR

 

Kami panjatkan kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul Perbedaan Aswaja dengan Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, dan Wahabi dalam Sejarah Umat Islam. Makalah ini dibuat dengan diskusi dan studi pustaka untuk menyelesaikannya. Makalah ini berisikan tentang analisis perbedaan Aswaja dengan aliran atau firqoh atau sekte lain dalam sejarah umat Islam terkhusus pada Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, dan Wahabi. Kami berharap makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan kita. Kritik dan saran selalu kami harapakan untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada Bapak Nur Rohman, S.Pd., M.Si. atas bimbingannya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Agama Islam II (Ahlussunnah wa al-Jama’ah) dengan baik.

 

Jepara, 5 Maret 2016

Tim Penulis


BAB I

PENDAHULUAN

Mengingat bab sebelumnya yang memaparkan materi tentang definisi dan ajaran Aswaja, sedikit sudah disinggung tentang perbedaan Aswaja dengan aliran, kelompok, dan sekte lain dalam sejarah umat Islam. Pada kali ini akan dibahas mengenai kelompok, aliran, dan sekte yang pernah ada dalam sejarah umat Islam, serta yang masih bertahan hingga kini. Selain untuk mengetahui sejarah dan ajaran kelompok tersebut, penjelasan ini berguna untuk mengetahui posisi Ahlussunnah Wa al-Jama’ah atau Aswaja, diantara kelompok, aliran, dan sekte tersebut. Dalam judul, sengaja disebut kalimat “dalam sejarah umat Islam”, bukan “dalam Islam”, untuk mengindari pro-kontra, bahwa diantara sebagian kelompok, aliran, dan sekte tersebut ada yang dinilai menyimpang dari ajaran Islam

Kelompok, aliran, dan sekte yang akan dikaji dalam bab ini adalah kelompok yang telah muncul dan berkembang sejak lama meliputi:

  1. Ahlussunnah Wa al-Jama’ah atau Aswaja
  2. Syi’ah
  3. Khawarij
  4. Mu’tazilah
  5. Wahabi

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. ASWAJA

Pengertian, Ajaran, dan Ciri Khas Akidah Aswaja

Aswaja (Ahlussunnah Wa Al-Jama’ah) bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang melainkan Aswaja adalah Islam yang murni yang langsung dari Rasulullah dan sesuai dengan yang telah digariskan dan diamalkan oleh para sahabat. Oleh karena itu, Aswaja tidak ada satupun yang menjadi pendirinya melainkan hanya ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam ditengah beberapa faham yang berusaha mengaburkan ajaran Nabi.

Definisi secara bahasa Ahlussunnah wa al-Jama’ah atau Aswaja terbentuk dari tiga kata, yakni:

  • Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
  • Al-Sunnah, bermakna al-thariqah wa law ghaira mardhiyah berabti jalan atau cara walaupun tidak diridlai.
  • Al-Jama’ah, berasal dati kata ijtima’ (perkumpulan), yang merupakan lawan kata taffaruq (perceraian) dan furqah (perpecahan).

Sedangkan, definisi secara istilah Aswaja terdiri dari dua pengertian, yaitu Sunnah adalah suatu nama untuk cara yang diridlai dalam agama, yang telah ditempuh oleh Rasullulah atau selainnya dari kalangan orang yang mengerti tentang Islam, seperti para sahabat Nabi. Secara umum, Sunnah adalah segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, dan dianjurkan baik ucapan, perilaku, serta ketetapan oleh Nabi. Dan Jama’ah adalah kelompok kaum muslimin dari para pendahulu dari kalangan sahabat, tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat. Syaikh Abdullah al-Harari menegaskan pengertian al-Jama’ah merupakan aliran yang diikuti oleh mayoritas kaum muslimin (al-sawad al-a’zham).

Dapat disimpulkan, dalam al-Khawakib al-Lamma’ah, Aswaja adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi dan jalan para sahabat dalam masalah akidah keagamaan, amal-amal lahiriyah serta akhlak hati.

Islam adalah agama Allah yang diturunkan untuk seluruh manusia yang didalamnya terdapat pedoman dan aturan demi kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. Ada tiga sendi utama dalam ajaran agama Islam (HR. Muslim: 9):

  1. Implementasi dari 5 rukun Islam, yakni: Shahadat, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji bila mampu. Islam akan menghadirkan bagian ilmu yaitu ilmu fiqh atau ilm hukum islam.
  2. Implementasi dari 6 rukun Iman, yakni: iman kepada Allah, kepada malaikat, kepada kitab-kitab Allah, kepada Rasul, kepada hari kiamat, dan kepada qada dan qadar. Iman memunculkan ilmu kalam atau tauhid.
  3. Menyembah Allah seolah-olah meliha-Nya, jika tidak mampu maka sesungguhnya Allah melihatmu. Ihsan melahirkan bagian ilmu tasawuf atau akhlak.

Meskipun ketiga aspek tersebut terbagi dalam beberapa ilmu, ketiganya harus diterapkan secara bersamaan tanpa melakukan pembedaan. Misalnya orang yang sedang shalat, maka dia hanya menyembah Allah (iman), dengan syarat dan rukun shalat (islam), serta dengan khusyu’ dan penuh penghayatan (ihsan).

Apabila ditanya cirri khas akidah Aswaja meyakini bahwa Allah itu tanpa arah dan tanpa tempat. Maksudnya, seperti salah satu sifat Allah mukhalafatuhu lil-hawaditsi yang berarti Allah tidak menyerupai makhluk-makhluk-Nya.Sehingga mustahil Allah menyerupai makhluk yang memilki roh dan benda-benda padat (jamad). Ulama Aswaja menjelaskan bahwa alam (makhluk Allah) terbagi atas dua bagian:

  1. Benda (‘ain), yang tebagi menjadi dua:
  • Al-jauhar al-fard, benda yang tidak dapat dibagi lagi karena telah mencapai batas terkecil.
  • Jism, benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian.
    • Lathif, sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan, seperti cahaya, kegelapan, roh, angin, dan sebagainya.
    • Katsif, sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan, seperti tanah, manusia, benda padat (jamad) dan sebagainya.
  1. Sifat benda (‘aradh). Benda mempunyai sifat yang melekat padanya seperti bergerak, diam, berubah, bersemayam, berada ditempat dan arah, duduk, turun, naik, dan sebaginya.

Dari klasifikasi benda diatas, semakin meyakinkan Allah itu tidak mungkin serupa dengan makhluk-Nya. Arah dan tempat diciptakan oleh Allah, termasuk manusia yang diciptakan Allah. Dengan demikian berarti Allah itu ada sebelum arah dan tempat itu ada dan Allah tetap pada tanpa arah dan tempat. Oleh karena itu, Aswaja sepakat meyakini Allah itu ada tanpa arah dan tempat. Kelompok yang meyakini Allah ada di Arsy itu bukan Aswaja, akan tetapi kelompok Mujassimah dan Musyabbihah.

  1. Dasar Akidah Aswaja

Pokok keyakinan yang berkaitan dengan tauhid dan lainnya menurut Aswaja harus dilandasi oleh dalil dan argumentasi yang definitif (qath’i) dari Al Quran, hadits, ijma’ ulama, dan argumentasi akal sehat.

  • Al Quran

Al Quran al Karim adalah pokok dari semua argumentasi dan dalil.Allah memerintahkan dalam Al Quran agar kaum muslimin senantiasa mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul.

  • Hadits

Hadits adalah dasar hukum yang kedua dalam penetapan akidah-akidah dalam Islam. Hadits yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits yang perawinya disepakati dapat dipercaya oleh para ulama. Hadits tersebut adalah hadits muttawatir ialah hadits yang telah mencapai peringakat tertinggi dalam keshahihannya.Dan hadits dibawahnya yaitu hadits masyhur, namun hadits dibawah peringkat hadits masyhur tidak dapat dijadikan argumnetasi dalam menetapkan sifat Allah. Hadits masyhurdapat dijadikan argument dalam menetapkan akidah karena dapat menghasilkan keyakinan sebagaimana halnya hadits muttawatir.

  • Ijma’ Ulama

Ijma’ ulama yang mengikuti ajaran Ahlul Haqq dapat dijadikan argumentasi dalam menetapkan akidah. Dalam hal ini seperti dasar yang melandasi penetapan bahwa sifat-sifat Allah yang qadim (tidak ada pemulanya) adalah ijma’ ulama yang qath’i.

  • Akal

Akal difungsikan sebagai sarana yang dapat membuktikan kebenaran syara’, bukan sebagai dasar dalam menetapkan akidah-akidah dalam agama. Meskipun begitu, hasil penalaran akal yang sehat tidak akan keluar dan bertentangan dengan ajaran yang dibawa oleh syara’.

Di kalangan kaum Muslim, yang berupaya mengkaji akidah-akidah Islam, ada tiga aliran yang berbeda dalam menyikapi seputar hubungan syara’ dengan akal.

Pertama, aliran Mu’tazilah yang berpandangan bahwa akal didahulukan daripada syara’.

Kedua, aliran Hasyawiyah, Zhahiriyah, dan semacamnya yang hanya mengikuti dominasi syara’, dan tidak memberikan peran terhadap akal berkaitan dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh syara’. Dalam ajaran Islam tidak akan tertib dan disiplin tanpa dibarengi dengan ijitihad.

Ketiga, aliran Aswaja yang mengambil sikap moderat (tawassuth) dan seimbang (tawazun). Semua kewajiban agama hanya dapat diketahui melalui informasi dari syara’ sedangkan terkait dengan keyakinan hanya dapat dicapai dengan penalaran akal. Gabungan dari keduanya dapat mengantar pada hakikat-hakikat yang dikandung oleh dalil-dalil syara’.

Ketika posisi akal bertentangan dengan naql maka kaedah yang harus diambil adalah mengingat bahwa akal adalah pokok dari naql dan bukti kebenaran naql. Oleh karena itu, mengabaikan akal ketika ketetapannya definitif, serta menolak tuntutan akal berakibat pada runtuhnya dasar naql itu sendiri. Ketika kita membatalkan otoritas akal yang menjadi bukti kebenaran naql, berarti kita membatalkan otoritas naql itu sendiri.

  1. Ilmu Kalam dan Filsafat

Alasan karena ilmu kalam dianggap negatif oleh sebagian agamawan adalah karena ilmu kalam identik dengan ilmu filsafat Yunani yang berangkar dari ketidakfahaman terhadap hakikat ilmu kalam serta perbedaannya dengan ilmu filsafat. Perbedaan tersebut meliputi metodologi (manhaj), karakter penelitian, objek, dan tujuan.

  1. Metotologi

Menurut ulama tauhid akal adalah sarana yang dapat membuktikan kebenaran ajaran-ajaran agama, bukan sebagai fondasi atau titik tolak bagi keyakinan dalam beragama.

  1. Objek (Maudhu’)

Objek yang menjadi materi kajian ilmu tauhid atau kalam adalah meliputi akidah-akidah yang diterima dari syari’ah yang diangap sebagai sesuatu yang aksioma yang menjadi titik permulaan kajiannya.Berbeda dengan para filosof yang membuat perangka-perangka rasional untuk menelusuri dan mencari kebenaran dan tempat kebenaran itu berada.

  1. Tujuan

Seorang ahli ilmu kalam memiliki tujuan yang konkrit, yaitu bertujuan memperkokoh dan memperkuat akidah yang menjadi keyakinan dalam agama.Hal ini berbeda dengan seorang filosof yang memiliki tujuan yang masih belum jelas, yaitu mencari kebenaran seperti apapun bentuknya.

 

  1. SYI’AH
  2. Pengertian dan Sejarah Kemunculan Syi’ah

Secara etimologi, kata as-Syi’ah berarti pengikut atau pendukung. Secara terminologi Syi’ah mengklaim sebagai para pendukung imam Ali bin Abi Thalib. Mereka berpendapat bahwa imamah merupakan hak Ali yang telah ditetapkan berdasarkan nash Al Quran maupun wasiat Nabi, baik eksplisit maupun implisit. Mereka meyakini bahwa imamah tidak akan jatuh ke tangan orang lain selain Ali. Permasalahan imamah bukanlah merupakan masalah kemaslahatan umat yang diperoleh dengan cara pemilihan umum tetapi merupakan permasalahan pokok dalam agama islam (rukn al-din).

  1. Sekte-sekte Syi’ah

Golongan Syi’ah terdiri dari 22 sekte,sebagian mengkafirkan bagian lainya dan sekte yang terkenal ada 4 yakni Itsna Asy’ariyah, Sab’iyah, Zaidiyah, dan Ghulat.

  1. Itsna Asy’ariyah (Syiah 12 atau Syi’ah Imamiyah atau Rafidhah)

Yaitu Syi’ah yang menganut 12 imam diantaraya (1) Ali bin Abi Thalib,(2) Hasan bin Ali,(3) Husen bin Ali,(4) Zainal bin Abidin,(5) Al-Baqir,(6) Abdullah Ja’far Ash-Shidiq,(7) Musa Al-Kahzim,(8) Ali Ar-Rida,(9) Muhammad Al-Jawwad,(10) Ali Al-Hadi,(11) Hasan Al-Askari, dan (12) Al Mahdi.

Ajaran-ajaran Syiah Itsna Asy’ariyah:

  • Tauhid. Tuhan itu Esa, keesaan Tuhan itu mutlak, dan Tuhan adalah qodim.
  • Keadilan. Tuhan menciptakan kebaikan dialam semesta yang merupakan keadilan. Tuhan memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui perkara yang benar atau salah melalui perasaan
  • Nubuwwah. Rasul merupakan petunjuk hakiki yang diutus untuk memberikan acuhan dalam membedakan yang baik dan buruk. Dalam keyakinan Syi’ah Itsna Asy’ariyah, Tuhan telah mengutus 124.000 rasul.
  • Al-Ma’ad. Al-Ma’adadalah hari akhir untuk menghadap pengadilan Tuhan diakhirat.
  • Imamah. Imamah adalah institusi yang diimagurasikan Tuhan untuk memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai rasul terakhir.

Dalam sisi yang bersifat mahdah, Syi’ah 12 berpijak pada 8 cabang agama (furu ad-din) yaitu shalat, puasa, zakat, khumus atau pajak sebesar 1/5 dari penghasilan, jihad, amar ma’ruf dan nahi munkar, serta haji.

  1. Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah 7)

Syiah Sab’iyah hanya mengakui 7 imam, yaitu (1) Ali bin Abi Thalib, (2) Hasan, (3) Husen, (4) Zaenal Abidin, (5) Al-Baqir, (6) Ja’far Ash Shidiq, dan (7) Ismail bin Jafar. Aliran ini dipelopori oleh Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam. Para pengikut Syi’ah Sab’iyah percaya bahwa Islam dibangun oleh 7 pilar yaitu iman,thaharah,shalat,shaum,haji,dan jihad. Dalam pandanganya imam hanya dapat diterima sesuai dengan keyakinan mereka yakni melalui walayah atau kesetiaan kepada imam zaman.

Ada satu sekte dalam Sab’iyah yang berpendapat bahwa Tuhan mengambil tempat dalam diri imam karena itu imam harus disembah.Alquran memiliki makna batin yang diperuntukkan untuk para imam dan makna lahir yang diperuntukkan untuk orang awam yang kecerdasannya terbatasdan tidak memiliki kesempurnaan rohani.Aliran ini memiliki prinsip ta’wil dan meniadakan sifat dari zat Allah.

  1. Syi’ah Ghulat

Syi’ah Ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sifat berlebihan atau ekstrim yang berkaitan dengan pendapatnya yang janggal yakni ada beberapa orang yang secara khusus dianggap Tuhan dan dianggap rasul setelah Nabi. Sekte-sekte yang terkenal antara lain:

  • Sabahiyah
  • Kamali yang terbagi :
  • Albaiyah, Mughriyah, Mansuruyah, Khattabiyah, Khaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah.
  • Yunusiyah
  • Nasisiyah wa Isafiyyah
  1. Syi’ah Zaidiyah

Syi’ah Zaidiyah adalah aliran yang mengikuti Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib sebagai imam kelima. Zaid memiliki pendirian bahwa:

  • Pimpinan negara harus ditangan Fatimah.
  • Dalam dua negara boleh terdapat 2 imam yang memiliki persyaratan dan masing-masing wajib ditaati.
  • Boleh mengangkat imam yang baik meskipun ada yang lebih baik.
  • Tidak mempercayai tahayyul yang melekat pada diri imam sehingga mendekatkan pada sifat ketuhanan.

Syi’ah Zaidiyah adalah madzhab Syi’ah yang paling moderat dan paling dekat denganmadzhab ahlussunnah. Hal ini mungkin karena Zaid pernah berguru Washil bin Atha’. Syi’ah Zaidiyah berpendapat seorang imam setidaknya harus memiliki ciri sebagai berikut,merupakan keturunan ahli ba’it melalui garis Hasan dan Husain,memiliki kemampuan mengangkat senjata, dan memiliki kelebihan intelektualisme.

Syi’ah Zaidiyah berpendapat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab adalah syah karena tidak merampas kekuasaan dari tangan Ali. Mereka juga menolak nikah mut’ah dan doktrin taqiyah yang masih dipraktekan kaum Syi’ah lainya. Namun dalam bidang ibadah Zaidiyah tetap cenderung menunjukkan simbol dan amalan Syi’ah pada umumnya. Misalnya dalam cara adzan, takbir lima kali dalam shalat jenazah, menolak syahnya mengusap kaos kaki, menolak imam shalat yang tidak soleh, dan menolak binatang sembelihan non muslim.

  1. Akidah dan Ajaran Syi’ah
  2. Keyakinan Syi’ah tentang Imam Mereka

Mereka sepakat bahwa para nabi dan imam Syi’ah adalah ma’shum selain itu tawali dan tabari adalah wajib.

  1. Kitab-kitab Suci Syi’ah

Al-Jamiah yang bermula dari Rasulullah mendektikan Shahifah yang digantungnya di bahu pedang pada imam Ali, tatkala Rasulullah meninggal dunia imam Ali memeliharanya dengan baik,shahifah Rasulullah kemudian dikenal dengan namaShuhufat Ali. Rasulullah kemudian mendektikan keterangan lain yang disalin kedalam lembaran yang lebih besar yang dikenal dengan Al-Jamiah.

Selain Al-Jamiah dan Shahifah dzuabah as-saif, kalangan Syi’ah mempercayai adanya Shahifah an-namus (berisi nama para pengikut dan musuh hingga hari kiamat), Ahahifah al-abithah (berisi 60 kabilah Arab yang halal darahnya), Al jafr al-abyadh (berisi zabur, taurat, injil, shuhuf Ibharim, halal dan haram, al-Jafr al-Ahmar), serta Mushaf Fatimah. Hal ini jelas diklaim oleh Ahlussunnah yang menjelaskannya dalam riwayat HR. Bukhari.

  1. Empat Kitab Hadits Syi’ah

Jika dalam Aswaja dikenal al-Kutub al-Sittah sebagai kitab-kitab hadits induk, dan al-Bukhari sebagai kitab hadits terbaiknya, maka dalam Syi’ah terdapat al-Kutub al-Arba’ah sebagai acua utama mereka setelah Al Quran, sebagai berikut:

  • Al-Kafi

Al-Kafi disusun oleh al-Kulaini sebagai kitab hadits pertama Syi’ah yang ada. Kitab ini memuat tentang hadits Fikih, akidah, sejarah para ma’shumin, dan empat belas orang suci, yakni Nabi Muhammad, Sayyidah Fatimah, dan 12 imam.

  • Man La Yahdhuruhul Faqih

Penyusun kitab ini adalah Abu Ja’far Muhammad ibnu Ali ibnu Husain dengan julukan Syaikh as-Shaduq (maha guru yang jujur). Kitab ini adalah hadits ahkam atau hadits mengenai hukum yang tertampung 5.963 hadits, dengan 2.050 hadits mursal, hadits yang terputus periwayatannya dan sisanya hadits musnad, bersambung periwatannya.

  • Tahdzib al-Ahkam dan al-Istibshar

Kedua kitab ini disusun oleh Abu Ja’far Muhammad ibnu Hasan al-Thusi (385-469 H). Kitab ini memuat tentang hadits ahkam, analisis fiqhi dan visi argumentasi, serta isyarat tentang kaidah ushul fiqh dan rijal. Tahdzib al-Ahkam terdapat 13.590 hadits, sedangkan al-Istibshar terdapat 5.511 hadits.

 

  1. KHAWARIJ
  2. Pengertian Khawarij dan Sejarah Kemunculan Khawarij

Secara bahasa, Khawarij adalah bentuk plural dari kata kharijah, artinya kelompok yang menyempal. Mereka adalah kaum pembuat bid’ah. Disebut demikian karena mereka keluar dari agama, dan keluar dari barisan kaum muslimin, khususnya dari kepatuhan Ali r.a. Sedangkan secara istilah , yang dimaksud dengan kelompok Khawarij dalam sejarah islam adalah orang-orang yang menyatakan keluar dari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib setelah terjadinya peristiwa tahkim.

Kelompok Khawarij juga disebut dengan kelompok Haruriyah, Nawashib, dan Syurrah. Nama Haruriyah dinisbahkan kepada desa Harura, Kufah, Irak, yang menjadi tampat menetapnya kelompok Khawarij ketika keluar dari baridan Ali. Sedangkan Nawshib adalah bentuk jamak dari kata nashibi yang berarti orang yang berlebih-lebihan dalam membenci Ali. Kata Syurrah adalah bentuk jama dari kata syaarr yang berarti orang yang menjual.

Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin merasa perlu untuk memikirkan penggantinya. Dalam pertemuandi majelis Bani Saidah, segolongan kaum muslimin menyatakan bahwa khalifah itu harus dari golongan Anshor, sedangkan golongan lain berpendapat khalifah harus berasal dari Muhajirin. Ali bin Abi Thalib tidak hadir dalam pertemuan itu, sebab beliau beserta keluarganya tengah sibuk mempersiapkan pemakaman Rasululah SAW. Oleh karena itu Abu Bakar dilantik ada beberapa sahabat yang kurang setuju, sehingga muncul pendapat yang ketiga, yaitu khalifah harus dari keluarga Nabi. Keluarga Nabi yang pantas adalah Ali bin Abi Thalib. Sebab dialah yang pertama masuk islam dan istri dari Fatimah Azahra.

Pada akhir masa pemerintahan Utsman muncul golongan yang bergerak dibawah tanah yang menuntut agar Utsman turun dari khalifah dan diserahkan kepada yang lain. Dalam gerakan ini terdapat pendukung Ali ra. Ketika Utman terbunuh maka mayoritas umat islam melantik Ali, akan tetatpi pengangkatan Ali mendapat perlawanan dari sahabat Thalhah, Zubair dan Muawiyyah. Mereka menuduh Ali terlibat dalam pembunuhan Utsman..

Dalam situasi gawat ini ,ada sebagian sahabat yang tidak mau membai’at, Thalhah dan Zubair terbunuh dalam perang jamal, sedangkan Muawiyyah sulit dipatahkan karena memiliki tentara yang kuat. Antara Ali dan Muawiyyah pernah terjadi perang Shiiffin. Ketika Muawiyyah merasa bahwa kekalahan akan menimpa dirinya, maka ia memerintahkan tentaranya untuk mengangkat Al Quran dengan tombak sebagai tanda minta damai dan Al Quran sebagai pedomannya. Dan sebagian besar pasukan Ali, khususnya para qurra’ meninggalkan peperangan tersebut. Mereka berargumentasi dengan firman Allah,

“tidaklah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu alkitab (taurat),mereka diseru kepada kitab allah supaya kitab itu menetapkan hukum diantara mereka.”

  1. Akidah dan Ajaran Khawarij
  • Doktrin Politik
  1. Khalufah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam
  2. Khalifah tidak harus dari keturunan Arab
  3. Khalifah dipilih secara permanen selama bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam
  4. Khalifah sebelum Ali adalah sah,akan tetapi setelah tahun ke-7 dari kekhalifahanya, Utsman telah dianggap menyeleweng
  5. Khalifah Ali adalah sah,akan tetapi setelah terjadi arbritase(tahkim), iadianggap telah menyeleweng.
  6. Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa al Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan juga telah menjadi kafir
  7. Pasukan perang jamal yang menyerang Ali juga kafir
  • Doktrin Teologi
  1. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi diaggap muslim sehingga harus dibunuh
  2. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka
  3. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
  4. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga dan orang yang jahat harus masuk neraka).
  5. Menerima Al Quran sebagai salah satu sumber diantara sumber hukum islam yang lain.
  • Doktrin Sosial
  1. Amar ma’ruf nahi munkar
  2. Memalingkan ayat Al Quran yang tampak mutasabihah
  3. Al Quran adalah mahluk
  4. Manusia bebas memutuskan perbuatanya bukan dari Tuhan

Keistimewaan aliran ini diantaranya adalah tekun dan taat beribadah serta ikhlas berperang untuk membela akidahnya.

  1. MU’TAZILAH
  2. Pengertian dan Sejarah Munculnya Mu’tazilah

Secara bahasa, Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala, yaitu memisahkan diri. Dengan demikian, Mu’tazilah adalah kelompok yang memisahkan diri (i’tazala) dari orang lain. Istilah ini diambil berdasarkan sejarah awal kemunculan kelompok ini, yakni sejak pemisahan diri tokoh Mu’tazilah bernama Washil bin Atha’, dari majelis Hasan al-Bashri. Mayoritas ulama menyatakan, pimpinan Mu’tazilah adalah Washil bin Atha’. Konon, ia banyak menghadiri forum kajian yang dipimpin oleh hasan al-Bashri. Suatu ketika, terjadi diskusi dan perdebatan mengenai status orang yang melakukan dosa besar, suatu masalah yang ramai dibicarakan kala itu. Washil bin Atha’ memiliki pendapat berbeda dengan Hasan al-Bashri. Ia mengatakan bahwa orang yang memiliki dosa besar berada di suatu kedudukan diantara dua kedudukan (manzilah baina al-manzilatain). Setelah itu Washil memisahkan diri dari majelis Hasan al-Bahsri dan membuat majelis lain di masjid.

Ahmad Amin dalam Fajr al-Islam menyebutkan bahwa ada kesamaan keyakinan antara kelompok Yahudi dengan Mu’tazilah. “Mu’tazilah Yahudi” menafsirkan Taurat berdasarkan logika filsafat, sedangkan “Mu’tazilah Islam” juga menakwili ayat Al Quran berdasarkan logika filsafat. Kelompok ini biasa disebut dengan Ashab al-Adl wa al-Tauhid (penyokong keadilan dan monoteisme), sering pula dijuluki kelompok Qadariyah dan ‘Adliyyah.

Ada pula yang menyatakan bahwa Mu’tazilah muncul sejak era dinasti Umayyah yang berkembang lebih pesat pada era dinasti Abbasiyah. Sebgaian berpendapat hal itu muncul di beberapa kalangan yang awalnya berpihak pada Ali, yang memisahkan diri dari urusan politik, kemudian berubah menjadi keyakinan akidah. Hal itu terjadi saat al-Hasan putra Ali mundur dari urusan khilafah dan diserahkan sepenuhnya kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

  1. Akidah dan Ajaran Mu’tazilah

Mu’tazilah meyakini Lima Dasar Utama (al-ushul al-khamsah) sebagai prinsip ajaran mereka juga sekaligus sebagai Rukun Iman bagi mereka. Lima Dasar Utama tersebut adalah sebagai berikut:

  • Prinsip Tauhid (Keesaan Allah)

Mereka tidak mempercayai adanya sifat-sifat Allah. Sebab, dengan menetapkan sifat-sifat Allah yang juga bersifat qadim, seorang dianggap telah berbuat syirik (menyekutukan Allah). Dengan mengaggap dzat Allah memiliki sifat-sifat yang bersifat qadim, seseorang dianggap telah menyamakan antara dzat Allah dengan sifat-sifatnya, sehingga akan ada tuhan-tuhan lain selain Allah. Hal semacam ini, menurut mereka, termasuk perbuatan syirik.

  • Prinsip Adl

Dalam pandangan Mu’tazilah,seperti dijelaskan al-Mas’udi, Allah tidak menyukai kerusakan, tidak menciptakan perbuatan hamba (af al al-‘ibad),namun mereka melakukan apa yang mereka perintahkan dan meninggalkan apa yang mereka larang sendiri,berdasarkan qudrah (kehendak) yang diberikan Allah pada mereka.Dalam hal ini mereka meng-counter Jabariyah yang berpendapat bahawa seorang hamba dalam perbuatannya, tidak memiliki pilihan sama sekali.

  • Prinsip al-Wa’d wa al-Wa’id (janji dan ancaman)

Mu’tazilah berkeyakinan bahwa janji dan ancaman akan datang.Janji Allah untuk memberikan pahala pasti terjadi,demikian pula sebaliknya, ancaman Allah untuk memberikan siksa juga bakal terjadi. Sebagaimana janji Allah untuk menerima taubat nashuha juga akan terjadi. Orang yang berbuat dosa besar tidak akan diampuni, kecuali dengan bertaubat, sebagaimana orang yang berbuat kebaikan bakal mendapatkan pahala.

  • Prinsip al-Manzilah baina al-Manzilatain (tempat di antara dua tempat)

Al-Syahrastani dalam al-Milal wa al-Nihal mengutip pendapat Washil bin Atha bahwa iman itu ibarat poin-poin kebaikan. Jika poin-poin itu terkumpul, maka seseorang dinamakan sebagai mukmin, dan itu adalah predikat terpuji. Sedangkan orang fasik tidak mengumpulkan poin-poin kebaikan, juga tidak mendapatkan predikat terpuji. Oleh karena itu, ia tidak disebut sebagai mukmin, namun juga tidak kafir karena syahadat dan kebaikan-kebaikan lain telah ia penuhi. Tapi jika ia keluar dari dunia dengan membawa dosa besar tanpa bertaubat, maka ia termasuk ahli neraka selama-lamanya. Karena di akhirat itu hanya ada dua kelompok, satu di surga, satu di neraka. Namun orang itu siksanya di neraka dikurangi.”

Meskipun Mu’tazilah menyakini bahawa orang yang bermaksiat berada “di tempat di antara dua tempat”, namun tidak mengapa disebut sebagai muslim. Namun tersebut, menurut mereka,untuk membedakannya dengan orang-orang kafir dzimmi, bukan untuk memuji atau memuliakannya.

  • Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar

Prinsip ini berfungsi untuk menyebarkan Islam dan memberikan pencerahan bagi orang-orang yang tersesat,juga untuk menangkal serangan orang-orang yang berusaha mencampuradukan (tablis) antara yang benar dengan yang salah.

Iman Ibnu Abil ‘Izz berkata, “Terkait amar makruf nahi munkar, mereka (kaum Mu’tazilah) berkata, “Kita wajib menyuruh orang selain kita untuk melakukan hal yang telah diperintahkan kepada kita dan mewajibkan mereka dengan apa yang wajib kita kerjakan. Di antara kandungannya adalah boleh memberontak dengan senjata melawan penguasa yang zalim.

Selain Lima Dasar Utama Mu’tazilah, adapun ajaran lain dalam akidah Mu’tazilah yang mencirikan golongan ini, yaitu mengandalkan akal secara penuh. Bagi Mu’tazilah, kedudukan akal ini diatas Al Quran dan hadits. Oleh karena itu dalam tafsirnya, mereka mencoba mentafsirkan Al Quran dengan akal dan memutar ayat suci itu sesuai dengan akalnya. Diantara contohnya, mereka menolak adanya Mi’raj, karena bagi mereka sangat bertentangan dengan akal, walaupun telah ditetapkan dalam nash. Begitu pula mereka menolak adanya adzab kubur, bangkit dari kubur. Alasannya, mustahil bagi orang yang sudah mati, terbaring dalam tanah yang sempit, dibangunkan dan disuruh duduk.

  1. Sekte-sekte Mu’tazilah

Al- Syahrastani dalam al-Milal wan Nihal menyebutkan bahwa Mu’tazilah memiliki dua belas sekte, yaitu:

  • Al- Washiliyah
  • Pengikut Abu Hudzaifah Washil bin Atha’ al-Ghazzal al-Altsag (80-131 H)
  • Empat dasar ajarannya: (1) meniadakan sifat-sifat Allah, (2) meniadakan taqdir Allah (sependapat dengan Ma’bad al-Juhaini dan Ghilan ad-Dimasyqi), (3) paham Manzilah baina Manzilatain, (4) salah satu kelompok dalam Perang Jamal dan Shiffin salah, demikian pula orang yang membunuh dan menghina Itsman bin Affan.

 

  • Al- Hudzailiyyah
  • Pengikut Abu Hudzail Hamdan bin Al Hudzail Al- ‘Allaf (135-226 H) yang mengambil pemikiran Mu’tazilah dari Utsman bin Khattab bin Thawil (murid Washil).
  • Diantara pandangannya: manusia di dunia bebas berbuat apa saja tanpa campur tangan Allah sedikitpun (Qadariyul ‘Ula), namun di akhirat, perbuatan mereka diciptakan Allah (Jabbariyul Akhirah), proses orang yang kekal di dalam neraka terputus dan tidak menerima perubahan (pendapat ini mirip dengan Jaham bin Shafwan yang menurutnya surga dan neraka akan fana’ juga).
  • An- Nazhzhmiyah
  • Pendirinya adalah Ibrahim bin Yasar bin Hani An-Nazhzham, seorang tokoh Mu’tazilah yang banyak mengkaji filsafat.
  • Diantara pendapatnya: Allah tidak mampu menciptakan keburukan dan kemaksiatan, seluruh perbuatan hamba itu gerak dan diam termasuk gerak hati, ijma’, dan qiyas bukanlah hujjah, hujjah itu hanya imam yang ma’shum dan mereka cenderung kepada Rafidhah.
  • Al- Khabithiyah dan al- Haditsiyah
  • Pendirinya adalah Ahmad bin Khabit (w. 232 H) dan Fadhl al Haditsi (w. 257 H), keduanya murid al- Nazhzham.
  • Diantara ajarannya: menetapkan sifat ketuhanan al- Masih bin Maryam, manusia yang berbuat dosa nantinya akan dihidupkan kembali dalam wujud binatang atau manusia yang sesuai dengan kadar kejahatan dan kebaikannya, menakwilkan seluruh hadits shahih tentang melihat Allah dan berpegang kepada hadits palsu tentang akal; “Makhluk yang pertama kali diciptakan adalah akal.”
  • Al- Bisyariyyah
  • Pendirinya adalah Bisyar bin Mu’tamar.
  • Di antara ajarannya: siapa yang bertaubat dari dosa besar kemudian mengerjakannya lagi, ia akan disiksa karena perbuatannya yang pertama, karena yang menjadi syarat taubat yang diterima adalah tidak mengulang kembali.
  • Al- Mu’ammariyah
  • Pendirinya adalah Mua’ammar bin ‘Ibad al-Sulaimi (220 H).
  • Diantara ajarannya: yang dimiliki manusia hanya keinginan saja, adapun perbuatan taklifiyah seperti makan, bergerak, ibadah dan seterusnya tak lain adalah wujud dari keinginannya. Allah mustahil mengetahui diri-Nya karena apabila hal itu terjadi berarti antara ‘alim (yang mengetahui) dengan yang ma’lum (yang diketahui) tidak satu.
  • Al- Mardariyyah
  • Pendirinya adalah Isa bin Shabih (226 H), dijuluki dengan Abu Musa atau Mardar 9ia murid Bisyr bin Mu’tamar). Dikenal dengan hidup zuhudnya sehingga digelari “Pendeta Mu’tazilah.”
  • Diantara ajarannya: Al Quran adalah makhluk, karena itu manusia bisa saja membuat buku yang semisal dengan Al Quran, baik segi balaghah, fashahah, maupun nazham-nya.
  • As- Tsumamiyyah
  • Pendirinya adalah Tsumamah bin Asyras al-Namiri (213 H), merupakan pimpinan Mu’tazilah di zaman al- Ma’mun, al- Mu’tashim, dan al- Watsiq.
  • Pendapatnya merupakan sinkretisme ajaran agama dan filsafat.
  • Al- Hisyamiyyah
  • Pendirinya adalah pengikut Hsyam bin ‘Amr al- Fuwathi (226 H).
  • Tokoh ini pandangannya lebih ekstrim dari rekan-rekannya yang semadzhab tentang taqdir, yaitu menlak penyandaran suatu perbuatan kepada Allah dan saat ini sura belum diciptakan karena tidak ada gunanya. Dalam ranah politik, ia menolah imamah yang diangkat pada masa fitnah.

 

  • Al- Jahizhiyyah
  • Pendirinya adalah ‘Amr bin Bahr Abi Utsman al- Jajizh, hidup pada masa peerintahan al- Mu’tashim dan al- Mutawakkil.
  • Sala satu ajarannya: diantara penduduk neraka ada yang tidak kekal, namun sifatnya berubah menjadi sifat api dan Al Quran mempunyai jasad, suatu saat bisa berwujud laki-laki dan suatu saat bisa berwujud binatang.
  • Al- Khayyathiyyah dan al- Ka’ biyyah
  • Pendirinya adalah Abu Husain bin Abi ‘Amr al- Khayyath (300 H), guru Abu Qasim bin Muhammad al- Ka’bi.
  • Diantara ajarannya: kehendak Allah (iradah) bukanlah sifat yang terdapat pada dzat Allah, iradah bukan sifat dzat-Nya. Yang dimaksud Allah maha berkehendak adalah Allah maha mengetahui, maha kuasa atas perbuatan-Nya dan tidak ada yang mempengaruhi-Nya. Maka apabila dikatakan bahwa Allah maha berkehendak dalam perbuatan-Nya itu berarti Allah menciptakan sesuatu sesuai dengan ilmu-Nya, apabila dikatakan bahwa Allah menghendaki atas perbuatan makhluk-Nya, itu berarti Allah yang memerintahkan dan Allah senang terhadap perbuatan manusia.
  • Al- Jubaiyyah dan al- Bahsyaniyah
  • Pendirinya adalah Abu Muhammad bin Abdul Wahab al- Jubbai (w.295 H), dan Abu hasyim Abdus Salam (w. 321 H).
  • Keduanya mengakui Allah maha berkata-kata dan kalam Allah adalah ciptaan-Nya yang ditempatkan pada suara dan huruf. Karena itu hakikat kalam menurut mereka berdua terdiri dari suara yang terputus-putus dan terdiri dari huruf. Pendapat lainnya mereka sepakat dengan Ahlussunnah bahwa imam itu dipilih, urutan Khulafaur Rasyidin menunjukkan keutamaan mereka. Mereka pun ekstrimdalam ke-ma’shum-an Nabi, baik dari dosa kecil maupun besar sampai niat berbuat dosa sekalipun. Disamping itu mereka pun mengingkari karamah para wali (bai di masa sahabat ataupun sesudahnya).
  1. WAHABI

Pengertian dan Sejarah Kemunculan Wahabi

Golongan Wahabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, sebuah gerakan separatis yang muncul pada masa pemerintahan Sultan Salim III (1204-1222 H). Gerakan ini berkedok memurnikan tauhid dan menjauhkan umat manusia dari kemusyrikan. Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya menganggap bahwa selama 600 tahun umat manusia dalam kemusyrikan dan dia datang sebagai mujaddid yang memperbarui agama mereka. Gerakan Wahabi muncul melawan kemampuan umat Islam dalam masalah akidah dan syariah, karenanya gerakan ini tersebar dengan peperangan dan pertumpahan darah.Sebagian kalangan tidak menyukai istilah “wahabi”, dan lebih menyukai istilah “salafi” salah satu alasannya, penamaan dakwah yang di emban oleh Muhammad dengan nama Wahhabiyah yang di nisbatkan kepadanya adalah penisbatan yang keliru dari sisi bahasa, karena ayahnya tidak menyebarkan dakwah ini.

Mengklaim terhadap sebuah mazhab yang baru dengan nama salafiyah atau salafi, merupakan bentuk fanatisme (ta’ashshub), serta tidak masuk dalam kategori ittiba’ (mengikuti) seperti yang di harapkan. Dengan ujaran lain , ittiba’ salaf merupakan inti dari agama, dan dasar-dasar yang telah di tetapkan oleh sunnah Rasulullah. Sedangkan pengklaiman terhadap mazhab salafi merupakan bentuk bid’ah yang tidak diridhoi oleh Allah, juga bentuk pengkhayalan (penyelewengan) terhadap sesuatu yang tidak ada dasarnya dalam sejarah (tarikh).Dari kurun waktu pertama yang di berkahi dalam agama Islam, tidak ada mazhab dalam klompok umat islam yang di beri nama dengan “ mazhab salafi” atau “mazhab salaf”.

Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid at Tamimi pertama kali menyebar ajarannya di daerah Huraimalan. Banyak yang menentang ajarannya termasuk ayah dan gurunya sehingga berdakwah dengan sembunyi.Namun setlah ayahnya meninggal dia berani lantang menyebarkan ajarannya.Ia mengkafirkan umat Islam ziarah kubur, mereka hanya bertawasul, dan membalikkan ayat yangsebetulnya turun sebagai peringatan untuk kaum kafir ia menggunakan ayat ini untuk mengkafirkan umat Islam.

  1. Aliran Wahabi dan Penyimpangannya

Pengikut wahabi sering menyebut diri mereka dengan nama al- Muwahhidin (kaum yang tauhidnya bersih). Selain itu, kelompok Wahabi pda era belakang sering menyebut diri sebagai salafi.Wahhab adalah orang biasa yang tidak menonjol dan tidak diakui ketokohan serta keulamaannya oleh para ulama yang sezaman dengannya. Oleh karena piranti keilmuan yang dimilikinnya tidak memadai, maka hasil ijtihadnya, baik dalam bidang fiqih, maupun dalam bidang akidah, banyak yang menyimpang dari Al Quran, Sunnah dan ijma’ kaum muslimin. Akibatnya, ia seringkali melakukan protes terhadap umat islam sekitarnya, yang jelas berbeda dengan dirinya.

Selanjutnya, untuk menarik simpati umat Islam, Wahabi berupaya mengusung platform dakwah yang sangat terpuji yang mengklaim mengikuti Al Quran dan al-Sunnah, berijtihad sendiri , memerangi syirik, penyembahan berhala, membersihkan islam dari bid’ah dan khurafat. Namun mereka salah kaprah dalam penerapannya, bahkan dapat di bilang, dalam banyak hal mereka telah keluar dari islam itu sendiri.

Kemudian, karena keyakinannya yang menyimpang itu, kakaknya sendiri yang bernama sulaiman bin abdul wahhab juga mengkritik dengan pedas melalui kedua bukunya, yaitu 1.Al-sawa’iq al-ilahiyyah fi al-radd’ala al-wahhabiyah, dan 2.Fasl al-khithab fi al-radd’ala Muhammad bin abdil wahhab. Kedua bukunya itu di rasa penting di tulis, melihat adiknya yang sudah jauh menyimpang dari ajaran islam dan akidah umat secara umum, terutama madzhab ahmad bin hanbal, sebagai madzhab ahlussunnah wal-jamaah yang banyak di ikuti oleh penduduk najed, Saudi Arabia.

Banyak kitab yang di tulis oleh para ulama ternama ahlussunnah wal-jamaah yang menjelaskan kesesatan ajaran kelompok ini, seperti syaikh ahmad bin zaini dahlan, al-habib ‘alawi bin ahmad bin hasan al-haddad dan lain-lain.

Ajaran wahabi masuk ke Indonesia melalui kaum paderi di minangkabau, kemudian di kembangkan oleh 3 orang tokohnya, yaitu H sumanik dari luhak tanah datar, H piabong dari luhak 50 kota, H miskin dari luhak agam. Salah satu latar belakang kelahiran jami’iyah nahdlatul ulama tidak lepas dari adanya reaksi terhadap situasi umat islam ketika itu.

Muhammad bin abdul wahhab telah membuat ajaran baru yang di ajarkan kepada pengikutnya. Dasar ajarannya ini adalah menyerupakan allah dengan makhluk –Nya, karena duduk adalah salah satu sifat manusia. Dengan ajarannya ini, Muhammad bin abdul wahhab telah menyalahi firman allah :

Dia (allah) tidak menyerupai segala sesuatu dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (Q.S. asy-Syura: 11)

Para ulama salaf bersepakat bahwa barang siapa yang menyifati allah dengan salah satu sifat di antara sifat-sifat manusia maka ia telah kafir. Sebagaimana hal ini di tulis oleh imam al muhaddits as-salafi ath-thahawi (227-321 H) dalam kitab aqidahnya yang terkenal dengan nama (akidah thahawiyah), teks pernyataan adalah :

Barangsiapa mensifati allah dengan salah satu sifat dari sifat-sifat manusia, maka ia telah kafir”.

Di antara keyakinan golongan wahabiyah ini adalah mengkafirkan orang yang berkata: “Yaa Muhammad…”, mengkafirkan orang yang berziarah ke makam para nabi dan para wali untuk bertabarruk (mencari barakah ), mengkafirkan orang yang yang mengusap makam para nabi untuk bertabarruk, dan mengkafirkan orang yang mengalungkan hirz(tulisan ayat-ayat al-qur’an atau lafazh-lafazh dzikir yang di bungkus dengan rapat lalu di kalungkan di leher ) yang di dalamnya hanya tertulis al-qur’an dan semacamnya dan tidak ada sama sekali lafazh yang tidak jelas yang di haramkan.

  1. Wahabisasi dan Kelompok-kelompok di Indonesia

Seperti telah di jelaskan sebelumnya , wahabi juga di kenal dengan istilah salafi, sebab pengakuan mereka yang berdakwah di atas manhaj salaf shalih. Madrasah salafiyah sendiri terdapat di berbagai Negara muslim , di antara lain di arab Saudi, yaman, yordania , Syria, Negara-negara jazirah arab , mesir , Pakistan , india , asia tengah dan lainnya. Tiga madrasah yang sangat dominan saat ini ialah salafiyah di arab Saudi, salafiyah di yaman , dan salafiyah di yordania-syria (syam).

Paham salafiyah yang masuk ke Indonesia bermacam-macam warna. Warna yang paling asli adalah dakwah Muhammad bin abdul wahhab yang di bawa oleh ulama-ulama di sumatera barat pada awal abad ke 19 .inilah salafiyah pertama di Indonesia, di kenal sebagai kaum padri, di zaman klonial berperang melawan kaum adat dan belanda .

Di era modern , salafiyah masuk ke Indonesia melalui beberapa jalur, antara lain malalui buku-buku , media , proses pendidikan, kerjasama kelembagaan, dan jalur gerakan dakwah salafiyah .

Di Indonesia , dakwah salafiyah tidak hanya satu ragam, namun amat berbagai-bagai. Secara garis besar setidaknya ada dua gerakan , yakni salafi yamani dan salafi haraki . istilah salafi yamani di tujukan untuk menyebut para dai salafi alumni madrasah salafiyah muqbil bin hadi al-wad’i (meninggal 2002), yang terletak di kota sa’dah, desa dammaz, yaman, beserta pihak-pihak lain dari kalangan dai atau penuntut ilmu , yang sepakat dengan metode dakwah muqbil bin hadi.

Salafi yamani sangat menolak metode pergerakan , sebab hal itu di anggap sebagai bid’ah dan merupakan praktik fanatisme (hizbiyyah) . namun rupannya mereka tidak konsisten terhadap prinsipnya. Buktinya adalah keberadaan forum komunikasi ahlussunnah wal-jamaah (FKAWJ), kemudian melahirkan laskar jihad , yang di dirikan oleh tokoh salafi yamani , ja’far umar thalib, forum ini tidak jauh berbeda dengan kelompok hizbiyyah yang semula sangat mereka musuhi.

Selain istilah salafi yamani dan haraki, ada istilah-istilah lain seperti salafi sururi, salafi jihadi , salafi wahdah islamiyah , salafi turatsi, salafi ghuraba , salafi ikhwani ,salafi hadadi , salafi turaby, dan sebagainya. Ternyata nama-nama tersebut tidak hanya sekedar istilah , namun saling mengklaim kebenaran dan mengkampayekan permusuhan.

Muhammad umar as seweed ( menjadi pemimpin salafi yamani pasca ja’far umar ) mengatakan bahwa ja’far umar thalib itu ahli bid’ah dan khawarij. Bahkan kelompok as-seweed menyusun buku dengan judul “pedang tertuju di leher ja’far umar thalib”, yang artinya ja’far umar thalib halal di bunuh .

 


 

BAGAN 1. SEKTE-SEKTE SYI’AH

Akar Perpecahan. Imam pertama Ali, kemudian Hasan, Husain. Namun mereka berbeda pendapat mengenai pengganti Imam Husain, menjadi dua kelompok: 1. Imamah beralih kepada Ali, putra Husain, 2. imamah beralih kepada Muhammad bin Hanafiyah, putra Ali bin Abi Thalib. Maka muncullah sekte-sekte dalam Syi’ah.
Kaisiniyah

(nama bekas budak Imam Ali, Kaisan)

Mempercayai kepemimpinan Muhammad bin Hanafiyah.

Zaidiyah

Zaid bin Ali bin Husain bin Ali.

Merupakan sekte Syi’ah moderat, karena mengakui keabsahan Abu Bakar, Umar dan meyakini bahwa imamah tidak harus dengan nash, tapi dengan pemilikan.

Ghullat

Kelompok ekstrem yang berlebih-lebihan dalam memuji Ali.

Imamiyah

Percaya bahwa Nabi telah menunjuk Ali sebagai imam pengganti dengan tegas dan jelas.

Tidak mengakui kepemimpinan khalifah sebelum Ali

Meyakini Imam pertama adalah Ali dan keturunannya.

Karbiyah: mempercayai muhammad bi Hanafiyah tidak mati, namun hanya gaib dan akan kembali di akhir zaman sebagai Imam Mahdi

Hasyimiyah: mempercayai Muhammad bin Hanafiyah telah meningal, namun jabatan imamah beralih kepada anaknya, Abu Hasyim

Jarudiyah: menganggap Nabi telah menentukan ali sebagai imam, tapi melalui isyarat (menyinggung) atau al-washf (menyebut keunggulannya dibidang yang lain)

Sulaimaniyah: menganggap pemimpin dipilih dengan sistem musyawarah dan tidak harus terbaik Badriyah atau Shalihiyah: berpandangan sama dengan Sulaimaniyah, tapi dalam masalah Utsman, mereka berdiam diri atau tawaqquf

As- Sabaiyah: Ali jelmaan Tuhan bahkan Tuhan itu sendiri, Ali masih hidup dan diangkat dilangit

Al- Ghuraiyah: Ali manusia biasa, tetapi dialah yang seharusnya menjadi utusan Allah, bukan Muhammad

Isma’iliyah: jabatan imamah tersebut pindak kepada anak Ja’far ash-Shidiq yang bernama Isma’il

Itsna Asyariyah: meyakini jabatn imamah pindah kepada anak Ja’far yang bernama Musa al- Kazhim

Telah lama punah Berkembang sampai saat ini di Yman (bagian utara), Sawahil, Tabaristan, dan Najran (selatan Saudi Arabia) Telah punah Merupakan sekte berbesar Syi’ah saat ini, berkembang di iran dan diikuti kalangan di Indonesia

BAGAN 2. SEKTE-SEKTE KHAWARIJ

Akar Perpecahan. Semua kalangan Khawarij sepakat bahwa meraka harus keluar (kharaja-kharij) dari kepemimpinana yang sebenarnya diakui oleh mayoritas kaum muslim. Namun mereka berpendapat mengenai hukum orang yang berbeda keyakinan dengan mereka. Diantara mereka ada yang berpendapat ekstrim, ada pula yang memiliki sikap dan pemikiran moderat.
Azariqah: 1.orang yang berbeda keyakinan dengan mereka, bukan hanya tidak mukmin, namun juga musyrik, halal, untuk diperangi dan dibunuh. 2. Wilayah orang yang berbeda keyakinan adalah dar al-kufr (wilayah kaum kafir), karena itu hartanya boleh diambil, anak-anak dan kaum wanitanya boleh ditawan dan dijadikan budak. 3. Anak-anak orang yang berbeda keyakinan dengan mereka kekal di neraka, karena dosa ayahnya. 4. Berkeyakinan bahwa para nabi bisa saja berbuat dosa besar dan kecil. Najdat: 1. Tidak berpendapat anak pihak yang berbeda keyakinan boleh dibunuh. 2. Keberadaan imam (pemimpin) bukan kewajiban syari’at, namun kewajiban atas dasar maslahat (jika kaum muslimin dapat saling memberi nasehat dan menebarkan kebaikan, maka tidak diperlukan imam). 3. Menjadi kelompok pertama Khawarij yang meyakini konsep taqiyyah (menampakkan diri bukan Khawarij demi menjaga keselamatannya) Shafariyah: 1. Berbeda pendapat mengenai pelaku dosa besar. Pertama, mengaggap bahwa dosa yang tidak ada sanksinya (had), tidak menjadikan pelakunya dihukumi sebagai pezina, pencuri, atau pelaku qadzhaf, selain yang ada sanksinya , maka pelakunya kafir. Kedua, berpendapat bahwa pelaku dosa tidak dianggap kafir. 2. Tidak berkeyakinan bahwa pihak yang tidak sependapat boleh dibunuh, tidak berkeyakinan bahwa wilayah mereka dar al-harb (zona perang), tidak berkeyakinan bahwa wanita dan anak-anak boleh ditawan, namun yang diperangi hanya markas pemerintah. ‘Ajaridah: 1. Membiarkan (tidak menyerang) pihak yang berseberangan jika diketahui sebagai orang bertakwa, karena itu, mereka tidak mewajibkan jihad terus-menerus. 2. Tidak berkeyakinan harus keluar dari wilayah yang dihuni pihak yang berseberangan, meski hal itu lebih utama. 3. Tidak berpendapat bahwa harta pihak yang berseberangan boleh diambil hartanya. 4. Tidak boleh membunuh orang yang tidak memerangi mereka. Ibadhiyah: 1. Sekte yang paling moderat diantara sekte Khawarij lain dan lebih dekat dengan kelompok Aswaja. 2. Berkeyakinan, pihak berbeda bukan musyrik dan bukan mukmin, namun kafir (kufur) nikmat, bukan kufur kaidah. 3. Tidak boleh membunuh pihak yang berbeda, wilayah mereka adalah dari Islam (wilayah Islam), kecuali markas pemerintah, namaun mereka tidak menyatakan bahwa markas itu harus diserang. 4. Bila terlibat perang dengan kelompok muslim lain, harta mereka tidak dianggap ghanimah, kecuali kuda dan persenjataannya.
Telah punah Sempat berkembang pesat hingga dapat menguasai Bahrain, Hadhramaut, Yaman, dan Thaif, namun saai ini telah punah Telah punah Telah punah Karena moderasinya, berkembang sampai kni di Aljazair, Tunisia, Libya, Zanjibar, Tanzania, dan Omman. Mereka memiliki ulama dan pendapat fikih yang baik.

 

TABEL 1. PERBEDAAN ASWAJA DAN SYI’AH

ASPEK ASWAJA SYI’AH
Rukun Islam Syahadatain, Shalat, Puasa, Zakat, Haji Shalat, Shaum, Zakat, haji, Wilayah
Rukun Iman Allah, para malaikat, Kitab, Rasul, hari akhir, Qadha dan Qadar Tauhid, Nubuwwah, Imamah, Al-‘Adl, Al-Ma’ad
Shahadat Dua kalimat syahadat Tiga kalimat shahadat (ditambah dengan menyebut dua belas imam)
Imam Percaya pada imam tang ditak termasuk rukun iman (imam tidak terbatas) Percaya kepada 12 imam termasuk rukun iman
Khilafah 4 Khulafa Rasyidin Hanya Ali yang diakui
‘Ishmah Khalifah tidak ma’shum, artinya mereka dapat berbuat salah/ dosa/ lupa Para imam yang berjumalah 12 adalah ma’shum seperti Nabi
Sahabat Dilarang mencaci maki ara sahabat Mencaci maki para sahabat tidak apa-apa, bahkan Syi’ah berkeyakinan para sahabat setelah Rasullullah wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat memba’iat Abu Bakar sebagai khalifah.
Istri Rasul Sayyidah Aisyah istri rasulullah sangat dihormati dan dicintai. Para istri rasul termasuk ahlul bait Aisyah dicaci maki. Para istri Rasul bukan Ahlu bait
A Quran Tetap orisinil Telah dibuah oleh para sahabat
Hadits Al Kutub as- Sittah: shahih Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Majah, an- Nasa’i Al Kutub al- Arba’ah: al Kafi, al Istibshar, Man la yahdhuruhu al Faqih, at- Tahdzib
Surga dan neraka Surga diperuntukkan bagi orang yang taat kepada Allah dan Rasul. Neraka diperuntukkan bagi orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul. Surga diperuntukkan bagi orang yang cinta Ali. Neraka diperuntukkan bagi orang yang memusuhi Ali.
Raj’ah Tidak meyakini raj’ah adalah keyakinan bahwa keak di akhirat sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali, dimana saat itu ahlu bait akan balas dendam kepada musuhnya Meyakini akidah raj’ah
Imam Mahdi Imam Mahdi adalah sosok yang akan membawa keadilan dan kedamaian Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasullullah, Ali, fatimah, serta ahlu bait. Selanjutnya ia akan membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Ketiga tersebut, akan disiksa, sebagai balasan ats perbuatan jahat mereka kepada ahlu bait. (orang Syi’ah mempunyai Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya Aswaja, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.
Mut’ah Haram Halal dan dianjurkan
Khamr Najis Najis
Air Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) tidak suci Air yang telah dipakai cebok dianggap suci dan mensucikan
Shalat 1.Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah. 2.Mengucapkan Amin sunnah. 3.Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur sya’i. 4.Shalat Dhuha disunnahkan 1.Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat. 2.Mengucapkan Amin di akhir surat al-Fathihah dalam shalat dianggap tidak sah. 3.Shalat jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun. 4.Shalat Dhuha tidak dibenarkan

 

TABEL 2. PERBEDAAN ASWAJA DAN KHAWARIJ

Aliran Perbedaan
Teologi (aqidah) Hukum (fiqh) Politik (siyasah)
Aswaja

 

 

Rukun Islam: syahadat, shalat, puasa, zakat, haji Rujukan hadits al Kutub as Sittah: shahih bukhari, muslim, abu dawud, turmudzi, ibnu majah, an Nasa’i 4 Khulafa rashidin
Rukun Iman: Allah, para malaikat, Kitab, Rasul, hari akhir, Qadha dan Qadar Rujukan penetapan hukum (mashadir al tasyri’); Al Quran dan Sunnah Nabi Percaya kepada imam tidak termasuk rukun iman (imam tidak terbatas)
Al Quran adalah orisinil Potensi ijtihad terbuka dalam ranah yang belum dijelaskan oleh nash Al Quran dan Sunnah Pemimpin (imam) diangkat melalui kesepakatan ahl hal wa al- aqdi atau orang yang mengangkat dirinya sendiri (dalam kondisi darurat), kemudian dia dibaiat oleh ahl hal wa al- aqdi dan rakyat
Surga diperuntukkan bagi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Neraka diperuntukkan bagi orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Mengambil fikih dari imam madzhab empat, yaitu Abu Hanifah, Maliki, Syafi’I, dan Ahmad bin Hanbal Kepemimpinan hukumnya wajib karena dalil syariat. (persamaan dengan Khawarij; harus ada pemimpin untuk mengelola dan mengamankan negara. Menurut Aswaja karena dalil, menurut Khawarij, karena maslahat
Pemimpin harus memenuhi empat syarat: 1. Berasal dari suku Quraisy. 2. Baiat. 3. Syura. 4. Adil
Khawarij Meyakini khlaq al Quran (penciptaan Al Quran), karena itu Al Quran tidak suci Hanya mengambil hadits yang diriwayatkan oleh para pemimpin mereka Menyatakan keluar dari kepemimpinan Ali (yang sudah disahkan oleh ahl hal wa al- aqd dan telah dibaiat rakyat) setelah terjadinya peristiwa tahkim (arbitrase)
Setiap orang dari umat Nabi Muhammad yang tela melakukan dosa dikategorikan sebagai orang kafir dan ia akan kekal di dalam neraka Meyakini hukum hanya milik Allah (la hukma ilalillah), karena itu mengukumi sesuatu dengan selain hukum Allah menurut mereka adalah kufur Mengkafirkan Ali, Utsman, Muawiyah, oarng yang terlinat dalam perang Jamal, dua pihak yang menyepakati perjanjian tahkim, serta orang yang mendukung kedua pihak
Mengubah nama dan sifat Allah Semangat membabi buta (hammasah) dan hanya berpegang teguhpada lahiriah teks/ dalil Berkeyakinan bahwa jika pemimpin kafir, maka rakyat ikut kafir, karena itu wajib keluar dari kepemimpinan imam yang mereka nilai elah kafir
Memaknai istiwa (bersemayamnya) Allah di Arsy dengan istila’ (menguasai), sehinga direbut kembali oleh Allah Kesalahan dalam ijtihad dapat menjadikan seseorang kafir Khalifah harus dipilih malului pemilihan yang bebas dan bersih, dilakukan oleh mayoritas kaum muslimin, bukan hanya sebagian golongan, dan epemimpinan khalifah terus sah selama ia menegakkan keadilan dan syariat, jauh dari kesalahan dan kezaliman. Jika ia berkhianat, wajib dipecat atau dibunuh
Mayoritas Khawarij tidak mengimani azab kubur Khalifah tidak harus dari suku Quraisy, juga tidak harus dari bangsa Arab. Mereka mengangkat Abdullah bin Wahab al- Rasi (bukan dari Quraisy) sebagai khalifah dan menyebutnya amir al- mukminin
Berani mati dan menghadapi bahaya yang mengancam jiwa dan keselamatan, dengan alasan yang tidak kuat Kelompok Khawarij bernama najdat berpendapat pengangkatan imam wajib karena maslahat dan kebutuhan, bukan wajib karena dalil syariat
Kelompok Khawarij bernama Yazidiyah meyakini bahwa Allah mengutus seorang Rasul dari kalangan ‘ajam (non Arab) dan menurunkan syariat Nabi

 

TABEL 3. PERBEDAAN ASWAJA DENGAN MU’TAZILAH

Masalah Ahlussunnah Mu’tazilah
At- Tauhid Menauhidkan Allah dalam Rubbubiyah, Uluhiyah, Asma wa siaft tanpa tasybih, tamtsil, ta’til, dan takyif Menauhikan Allah dengan meniadakan sifat-sifat-Nya untuk memurnikan dari tasybih dan tamtsil
Al- Adl Mengimani keadilan Allah yang maha Sempurna Keadilan Allah diwujudakn dalam pemberian kebebasan bagi manusia untuk menentukan nasibnya
Al Wa’ad Wal Wa’id Allah memiliki janji (pahala, surga) bagi setiap orang yang taat dan memiliki ancaman (siksa, neraka) bagi orang yang ingkar. Setiap orang yang bertauhid pasti masuk surga, meski berdosa kecuali dosa syirik Janji dan ancaman Allah diwujudkan dengan memasukkan ke nekara bagi setiap orang (termasuk muslim) yang berdosa dan mati dalam keadaan belum bertaubat
Al Manzilah baynal Manzilatain Muslim yang berbuat dosa dihukumi sebagai fasiq. Ketika bertaubat akan diampuni, apabila belum bertaubat dan mati, sepenuhnya diserahkan kepada Allah Muslim yang berbuat dosa dihukumi tidak muslim dan tidak kafir, menempati dua keadaan. Ketika mati belum bertaubat kekal

 

 

TABEL 4. PERBEDAAN ASWAJA DENGAN WAHABI

Aswaja Wahabi
Aqidah sfat 20 susunan Imam Asy’ari (lahir 240 H) Tauhid Uluhiyah, Rububiyah, dan Asma wa Shifat susunan Muhammad bin Abdul Wahhab (1115 H)
Menganut 1 dari 4 madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I, atau Maliki) Tidak bermazhab
Ada bid’ah hasanah Semua Bid’ah Sesat
Zikir dan doa bersama usai sholat berjama’ah Tak ada Zikir dan Doa berjama’ah
Mengikuti ulama salaf yang lahir pada 3 abad pertama Islam Yang diikuti MBAW lahir tahun 1115 H
Toleransi dalam Furu’iyah/ Khilafiyah Tak ada toleransi dalam perbedaan
Qunut subuh untuk madzhab Syafi’i Qunut Subuh bid’ah sesat
Yasinan, tahlilan, dan mauludan Yasinan, Tahlilan, dan Maulidan itu sesat
Ziarah dan doa kubur Menganggap berdoa di kuburan Musyrik dan Menghancurkan kuburan Ulama
Mengislamkan orang kafir MengKafirkan orang Islam

 

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Dari masing-masing aliran kalam memiliki pemahaman yang berbeda tentang berbagai masalah ketuhanan dan lainnya,yang kemudian menimbulkan argumentasi yang diperdebatkan untuk membela masing-masing golongan. Syi’ah adalah salah satu aliran dalam Islam yang meyakini Ali bin Abi Thalib dan keturunannya sebagai pemimpin Islam setelah Nabi wafat. Khawarij berarti orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Golongan ini menganggap dirinya sebagai orang yang keluar dari rumah dan semata-mata untuk berjuang dijalan Allah. Meskiun pada awalnya Khawarij muncul karena penolakan politik, tetapi dalam perkembangannya golongan ini banyak berbicara masalah teologis.

Sedangkan aliran Mu’tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam Islam yang dapat dikelompokkan sebagai kaum rasionalis Islam. Aliran ini muncul sekitar abad pertama hijriyah, di kota Basrah, yang ketika itu menjadi kota sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. Golongan Wahabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, sebuah gerakan separatis yang muncul pada masa pemerintahan Sultan Salim III (1204-1222 H). Gerakan ini berkedok memurnikan tauhid dan menjauhkan umat manusia dari kemusyrikan. Gerakan Wahabi muncul melawan kemampuan umat Islam dalam masalah akidah dan syariah, karenanya gerakan ini tersebar dengan peperangan dan pertumpahan darah.

Aswaja atau Ahlussunnah wa al-Jama’ah adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi dan jalan para sahabat dalam masalah akidah keagamaan, amal-amal lahiriyah serta akhlak hati. Ciri khas akidah Aswaja meyakini bahwa Allah itu tanpa arah dan tanpa tempat. Aswaja merupakan aliran yang memiliki dasar akidah berdasarkan Al Quran dan hadits Nabi. Dalam masalah imamah, Aswaja mengakui keempat Khulafa Roshidi, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali.

Pengertian, Sejarah Pertumbuhan, dan Perkembangan Aswaja

AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH;

PENGERTIAN, SEJARAH, DAN TOKOH

 index

 

Oleh

Ika Luviana Sari           (151120001627)

Nur Ihsan           (151120001633)

Anik Hidayah           (151120001647

Afrida Andriastuti           (151120001650)


 

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’

(UNISNU) JEPARA

2016

KATA PENGANTAR

 

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW. Dalam Resume Materi Kuliah yang berjudul “Ahlusunnah Wal Jama’ah: Pengertian, Sejarah, dan Tokoh-Tokoh Aswaja”

” penulis bermaksud menjelaskan secara detail tentang materi penalaran. Adapun tujuan pembuatan resume ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama 2 (Ahlusunnah Wal Jama’ah). Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penulisan resume ini.

 

 

     Jepara, 26 Februari 2016

     Penulis

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Aswaja sangat perlu dipelajari karena Aswaja termasuk ajaran orang-orang Islam secara keseluruhan dan sebagai bekal untuk pedoman hidup dalam sehari-hari. Aswaja adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada al-quran dan hadis. Aswaja sebagai bagian dari kajian keislaman merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proposional, bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi suatu masalah teori pada masanya dan mempunyai sikap.

Materi yang akan kita bahas meliputi:

  1. Pengertian, Ajaran, Ciri Khas dan Dasar Akidah Aswaja
  2. Sejarah Kemunculan Aswaja(FaktorReligius, Sosialdan Politik),
  3. Perbedaan Aswaja dan kelompok lain di bidang Aqidah, Fiqh dan Politik
  4. Pandangan Aswaja terhadap Hubungan Syara dengan Akal, Ilmu Kalam dan Filsafat
  5. Mengenal Tokoh-Tokoh Aswaja

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. PENGERTIAN, AJARAN, CIRI KHAS DAN DASAR AKIDAH ASWAJA

Pengertian Aswaja

  • Pengertian secara bahasa

Aswaja merupakan singkatan dari Ahlussunnah wa al-Jama’ah. Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut, yaitu :

  1. Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
  2. Al-Sunnah, secara bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira mardhiyah (jalan atau cara walaupun tidak diridhoi).
  3. Al-Jama’ah berasal dari kata jama’a artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian ke sebagian lain. Jama’ah berasal adri kata ijtima’ (perkumpulan), lawan kata dari tafarruq (perceraian) dan furqah (perpecahan). Jama’ah adalah sekelompok orang banyak dan dikatakan sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
  • Pengertian secara istilah,

Menurut istilah, “Sunnah” adalah suatu nama untuk cara yang diridloi oleh agama yang di tempuh oleh Rasullallah selainya dari kalangan orang yang mengerti tentang islam, seperti para sahabat Rasullallah. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah:

عَليكُم بِسُنَّتي وَسُنَّةِ الخُلفـاءِالرَّاشِدِينَ مِن بَعدِي

ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidin setelahku”

Menurut Hasyim Asy’ari, dalam istilah syariat (fikih) “Sunnah” artinya sesuatu yang dianjurkan untuk dilakukakan tetapi tidaak wajib.

Menurut para ulama Ushul Fiqh, kata “Sunnah” berarti apapun yang dilakukan, dikatakan, atau ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw, yang dapat dijadikan sebagai dalil dalam menetapkan suatu hukum syar’i.

Menurut para ahli kalam (para teolog), “Sunnah” ialah kenyakinan (i’tiqad) yang didasarkan pada dalil naql (al-quran, hadis, qawl atau ucapan shahabi, bukan semata bersandar pada pemahaman akal (rasio).

Menurut para ahli polotik, “Sunnah” ialah jejak yang ditinggalkan oleh Rasulullah dan para Khulafa Rasyidin.

Sedangkan jama’ah secara istilah adalah kelompok kaum muslimin dari para dahulu dari kalangan sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat. Mereka berkumpul berdasarkan Al-quran dan Sunnahdan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah baik secara lahir maupun batin. Definisi lain berdasarkan hadis Rasullallah jama’ah adalah apa yang telah disepakati oleh sahabat Rosul pada masa Khulafau Rosidi. Pada hadis Nabi ketika menjawab pertanyaan sahabat tentang (akan) adanya perpecahan menjadi 71 atau 72 golongan, dan yang selamat hanya satu golongan,. yaitu al-jama’ah. Rasulullah bersabda:

مَن أَراَدَبُحبوحَةَالجَنَّةَ فَليَلزَمِ الجَماعَةَ

Barangsiapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai disurga, maka hendaklah ia mengikuti al-jama’ah (kelompok yang menjadi kebersamaan).” (HR. Al-Tirmidzi (2091), dan al-Hakim (1/77-78) yang menilainya shahih dan disetujui oleh al-Hafizh al-Dzahabi).

Dengan demikian Aswaja adalah golongan pengikut setia Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya, jadi Ahlussunnah wal-jama’ah adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan jalan para sahabatnya dalam masalah aqidah keagamaan, amalan-amalan lahiriyah serta ahlak baik dan islam murni yang langsung dari Rasullallah kemudian diteruskan oleh sahabatnya.

  1. Muhammad Hasyim Asy’ari (1287-1336 H/ 1871-1947) menyebutkan dalam kitabnya Ziyadat Ta’liqat (hal. 23-24) sebagai berikut:

أَمَّاأَهلُ السُّنَةِ فَهُم أَهلُ التَّفسِيرُ وَالحَدِيثِ وَالفِقهِ فإِنَّهُم المُهتَدُونَ المُتَمَسِّكُونَ بِسُنَّةِ النَّيِي صلي الله عليهِ وسلم والخُلَفَاءِبَعدَهُ الرَّاشِدِينَ وَهُم الطَّاءِفَةُ النَّاجِيَةُقَالُووَقَد اجتَمَعَت اليَومَ فِي مذَاهِبَ أَربَعَةٍ الحَنَفِيُّونَ وَالشَّافِعِيُّونَ وَالمَالِكِيُّونِوَالحَنبَليُّونَ

Adapun Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi Muhammad saw dan sunnah Khufaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut Madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hambali.”

Oleh karena itu, tidak ada seorangpun yang menjadi pendiri ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Yang ada hanyalah ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam tersebut setelah lahirnya beberapa faham dan aliran keagamaan yang berusaha mengaburkan ajaran Rasulullah dan para sahabatnyayang murni.

 

  1. Ajaran Aswaja

Islam adalah agama allah yang diturunkan untuk seluruh manusia di dalamnya terdapat pedoman dan aturan demi kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Ada 3 hal yang menjadi sendi utama dalam agama Islam itu yaitu iman, islam, dan ihsan. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa iman adalah orang yang beriman kepada Allah SWT, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat, dan qadar (ketentuan)Allah yang baik dan yang buruk. Islam adalah orang yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan sholat, menunaikan zakat, puasa pada bulan Ramadhan, dan haji ke Baitullah. Ihsan adalah orang yang menyembah Allah SWT seolah-olah kamu melihat-Nya.

Dari sisi keilmuan, semula ketiganya merupakan satu-kesatuan yang tidak terbagi-bagi namun selanjutnya para ulama’ mengadakan pemisahan, sehingga menjadi ilmu tersendiri bagian-bagian itu mereka gabungkan sehingga menjadi bagian ilmu yang berbeda, iman memunculkan ilmu tauhid atau ilmu kalam islam menghadirkan ilmu fiqih atau ilmu hukum islam. Dan ihsan menghadirkan ilmu tasawuf atau ilmu ahlak.

Meskipun telah menjadi ilmu tersendiri, tiga perkara itu harus diterapkan secara bersamaan tanpa melakukan perbedaan. Misalnya orang yang sedang sholat dia harus mengesakan Allah disertai kenyakinan bahwa hanya Allah yang wajib disembah (iman), harus memenuhi syarat dan rukun sholat (islam), dan sholat harus dilakukan dengan khusyu’ den penuh penghayatan (ihsan).

Dalam perkembangan sejarah umat islam, terdapat aspek lain yang dapat membedakan ajaran aswaja dengan kelompok lain. Aspek tersebut adalah aspek politik. Aspek politik ini dengan sendirinya melengkapi inti ajaran aswaja (terutama bila diperbandingkan dengan ajaran kelompok lainya), selain aspek aqidah atau teologi dan fiqih atau hukum

  1. Ciri Khas Aswaja

Ciri khas akidah aswaja antara lain menyakini bahwa allah itu ada tanpa arah dan tanpa tempat. Hal ini diantaranya yang membedakan Aswaja dengan aliran lain. Allah SWT berfirman:

لَيسَ كَمِثلِهِ،شَيءٌ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia” (QS. Al-Syura :11)

Ayat ini adalah ayat yang paling tegas dalam menjelaskan kesucian Allah SWT secra mutlak tidak menyerupai mahluk-Nya dari aspek apapun.

Ulama Aswaja menjelaskan bahwa alam (mahkluk Allah) terbagi atas dua bagian, yaitu:

  • Al-jauhar al-fard, yaitu benda yang tidak dapat terbagi lagi karena telah mencapai batas terkecil.
  • Jims, yaitu benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian. Benda ini juga terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu:
  1. Benda lathif, yaitu sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan seperti cahaya, roh, angin, dan sebagainya.
  2. Benda katsif, sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan seperti manusia, tanah, benda-benda padat (jamad) dan sebagainya.

Dalil berikut ini juga menunjukkan bahwa Allah itu tanpa arah dan tanpa tempat, yaitu hadis shahih:

عَن عِمرَانَ بنِ حُصَينٍ رَضِيَ اللهُ عَنهُمَاقَالَ رَسُولُ اللهِ صلي الله عليهِ وسلم: كَانَ الله وَلَم يَكُن شَيءٌغَيرُهُ. (رواه البخاري )

Imron bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya.” (HR. Al-Bukhari : 2953).

Hadis diatas menjelaskan bahwa Allah SWT itu pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, Arsy, lagit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. AllahSWT juga tidak berubah dari wujud semula yani tetap ada tanpa tempat dan arah. Al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi juga mengatakan:

وَأَجمَعُواعَلي أَنَّهُ لاَيَحوِيهِ مَكَانٌ وَلاَيَجرِي عَلَيهِ زَمَانٌ

Ahlussunnah Wal-Jama’ah juga bersepakat, bahawa Allah itu tidak diliputi oleh tempat dan tidak dilalui oleh zaman.”

  1. Dasar Akidah Aswaja

Pokok-pokok kenyakinan yang berkaitan dengan tauhid dan lain-lain menurut Aswaja harus dilandasi oleh dalil dan argumentasi yang definitif (qath’i) dari Al- Quran, hadis, ijma’ ulama dan rgumentasi akal yang sehat.

Berikut ini rincian dalil-dalil tersebut secara hirarkis.

  1. Al-Quran

Al-quran Al-Karim adalah pokok dari semua argumen dan dalil. Al-qur’an adalah dalil yang membuktikan kebenaran risalah nabi muhammad SAW, dalil yang membuktikan benar dan tidaknya suatu ajaran. Al-Quran juga merupakan kitab Allah yang terakhir yang menegaskan pesan-pesan dari kitab-kitab samawi sebelumnya.

فَإِن تَنَآزَعْتُم فِيشَيءٍفَرُدُّوهُ اِلَي اللهِ وَالرَّسُولِ

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (A-Quran) dan Rasul (Sunnahnya).” (QS. Al-Nisa’ :59)

Mengembalikan persoalan kepada Allah SWT, berarti mengembalikan kepada Al-Quran. Sedangkan mengembalikan kepada Rasul, berarti mengembalikannya kepada sunnah Rasul yang shahinh.

  1. Hadits

Hadits dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits yang perawinya disepakati dan dapat dipercaya para ulama. Hadits yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits muttawatir. Hadits muttawatir ialah hadits yang disampaikan oleh sekelompok orang yang banyak dan berdasarkan penyaksian mereka serta sampai kepada penerima hadits tersebut, baik penerima kedua maupun ketiga melalui jalur kelompok yang banyak pula.

Di bawah hadits muttawatir ada hadits mustafidh atau hadits masyhur, dan ada lagi hadits yang dibawahnya masyhur, hadits masyhur ialah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih dari generasi pertama hingga generasi selanjutnya dan dapat dijadikan argumen dalam menetapkan akidah.

  1. Ijma’ ulama

Ijma’ ulama yang mengikuti ajaran ahlul haqq dapat dijadikan argument dalam menentukan aqidah. Dalam hal ini seperti dasar yang melandasi penetapan bahwa sifat-sifat allah itu qaddim (tidak ada pemulaanya) adalah ijma’ ulama yang qath’i.

  1. Akal

Dalam ayat-ayat al-qur’an allah SWT telah mendorong hamba-hambanya agar merenungkan semua yang ada di alam jagad raya ini, agar dapat mengantar pada kenyakinan tentang kemahakuasaan allah, menurut ulama tauhid, akal difungsikan sebagai sarana yang dapat membuktikan kebenaran syara’, bukan sebagai dasar dalam menetapkan aqidah-aqidah dalam agama. Meski demikian hasil penalaran akal yang sehat tidak akan keluar dan bertentangan dengan ajaran yang dibawa oleh syara’.

 

  1. SEJARAH KEMUNCULAN ASWAJA (FAKTOR RELIGIUS, SOSIAL DAN POLITIK),

Ketika nabi wafat, kaum muslimin masih bersatu dalam agama yang mereka jalani, kecuali orang-orang munafik yang luarnya menyatakan islam, sedangkan hatinya menyembunyikan kemunafikan. Klasifikasi social yang ada pada saat itu terdiri dari tiga golongan, orang muslim, orang kafir dan orang munafik. Namun begitu nabi wafat, perselisihan dikalangan mereka segera terjadi tentang seorang pemimpin yang akan menjadi pengganti nabi. Kaum anshar menginginkan kepemimpinan berada ditangan pemimpin mereka yaitu sa’ad bin ubadah. Sedangkan kaum muhajirin menghendaki kepemimpinan berada di tangan abu bakar. Mereka pada kesepakatan untuk memilih abu bakar al shiddiq sebagai khalifah.

Setelah abu bakar al-shiddiq wafat, khalifah berpindah ke tangan umar bin al khaththab, sahabat nabi terbaik setelah abu bakar. Pada masa pemerintahan umar, islam semakin kuat dan negri muslim semakin luas berkat proses penyebaran islam yang berjalan dengan efektif dengan ditaklukanya negeri Persia dan romawi, dua Negara terbesar didunia pada saat itu dan kemudian ditaklukanya negeri-negeri di sekitarnya ke bawah naungan daulah islamiah dalam proses sejarah yang dikenal dengan istilah al-futuhat al-islamiyyah (penaklukan-penaklukan islam), hingga akhirnya khalifah umar menemui ajalnya setelah ditikam oleh seorng budak Persia, yaitu abu lu’lu’ah al-majusi.

Setelah umar wafat, khalifah berpindah ketangan utsman bin affan, menantu nabi Muhammad SAW yang menyandang gelar Dzun nurain (pemilik dua cahaya) yaitu satu-satunya orang yang mempunyai dua seorang putri soeorang nabi, rukiayah dan umu kultsum. Dari jalur nasab, ustman masih termasuk keponakan rasullah, melalui jalur ibunya, Arwah binti Kuraiz yang masih sepupu rasullallah. Disamping itu uztman juga sahabat rasullallah terbaik setelah wafatnya ummar.

Setelah 6 tahun dari masa pemerintahan utsman, gejolak politik seputar kebijakan-kebijakan ustman mulai muncul kepermukaan dan menjadi sasaran kritik sebagian masyarakat ustman dari jabatanya melalui gerakan yang dibungkus dalam kemasan amar ma’ruf dan nahi munkar sehingga hal tersebut berakhir dengan terbunuhnya ustman dikaum pembrontak. Kemudian khalifah berpindah ketangan ali bin abi thalib menantu dan sepupu rasullallah serta sahabat terbaik setelah wafatnya ustman. Namun beragam kekacauan yang terjadi pada masa ustman sangat berpengaruh terhadap pemerintahan ali bin abi thalib.

Lahirnya nama ahli sunnah wal jama’ah, sebagian kalangan berasumsi bahwa nama aswaja muncul pada masa imam madzhab yang empat, ada pula yang berasumsi, muncul pada masa al imam dan al mathuridi. Dan ada pula yang berasumsi muncul pada sekitar abad ketujuh hijriyah. Tentu saja asumsi itu keliru dan tidak memiliki landasan ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan maka pada periode akhir generasi sahabat rasullallah istilah aswaja mulai diperbincangkan sebagai nama bagi kaum mulimin yang masih setia kepada ajaran islam yang murni dan tidak terpengaruh pada ajaran-ajaran baru.

Pada beberapa ulama salaf mengatakan bahwa aswaja adalah mereka yang hanya memiliki hubungan dengan sunnah nabi rasullallah kita tidak akan mampu memastikan sejak kapan titik permulaan aswaja itu kecuali apabila kita mengakatan permulaan ajaranya adalah titik permulaan ajaran islam itu sendiri,

Disisi lain istilah aswaja memiliki dua sasaran obyek yang berbeda

  1. Aswaja dalam kontek yang bersifat umum yaitu menjadi nama bagi mereka yang bukan pengikut aliran si’ah seperti aliran Mu’tazilah, Murjiah, Karramiyah, Wahhabi dan lai-lain.
  2. aswaja Dlam Konteks yang bersifat khusus yaitu menjadi nama bagi mereka yang mengikuti ajaran rasullallah dan sahabat secara penuh seperti, Mu’tazilah, Murjiah, Karramiyah, Wahhabi,Si’ah dan lai-lain

 

  1. PERBEDAAN ASWAJA DAN KELOMPOK LAIN DI BIDANG AQIDAH, FIQH DAN POLITIK

Ikhtisar Perbedaan Ajaran Antar Kelompok

  • Dalam bidang teologi (Aqidah)
ASPEK ASWAJA SYI’AH KHAWARIJ
Rukun Islam 1.   Syahadat

2.   Shalat

3.   Puasa

4.   Zakat

5.   Haji

1.    Shalat

2.    Puasa

3.    Zakat

4.    Haji

5.    Wilajah

Lebih pada gerakan politik
Rukun Iman Iman kepada :

1.   Allah

2.   Para malaikat allah

3.   Kitab-kitap allah

4.   Para rosul allah

5.   Hari akhir

6.   Qadha’ dan qadar

1.    Tauhid

2.    Nubuwwah

3.    Imamah

4.    Al-‘Ald

5.    Al-Ma’ad

Lebih pada gerakan politik
Keberadaan al-Qur’an Meyakini bahwa al-qur’an tetap orisinal. Meyakini bahwa al-qur’an tidak orisinil dan sudah diubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah) Meyakini khalq al-qur’an (penciptaan al-quran), karena itu al-qur’an tidak suci.
Surga dan neraka Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada allah dan rosul-nya. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada allah dan rosul Nya Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada imam ali. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi imam ali. Setiap orang dari umat nabi muhammad yang telah melakukan dosa dikategorikan sebagai orang kafir dan ia akan kekal di dalam neraka
Rujukan hadits Rujukan hadistnya adalah al-kutub al-sittah.

1.   Shahih bukhari

2.   Shahih muslim

3.   Sunan abu dawud

4.   Sunan turmudzi

5.   Sunan ibnu majah

6.   Sunan al-nasa’i

 

Rujukan haditsnya adalah Al-kutub al-arba’ah yaitu (1) al kafi,(2) al-istibshar,(3) man la yahdhuruhu al faqih, (4) at-tahdzib Hanya mengambil hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para pemimpin mereka

 

Dalam bidng hukum (fiqh)

ASPEK ASWAJA SYI’AH KHAWARIJ
Mashadir al-tasyri’ Al-qur’an dan sunnah nabi. Sebagian menambah al-ijma (konsensus ulama) dan al-qiyas (analogi hukum) 1.      al-qur’an dan sunnah

2.      sima(pendengaran)dari rasulullah

3.      kitab ali,disebut al-jami ah

4.      al-isy-raqat al-ilahiyah.

meyakini hukum hanya milik allah (la hukma illa lilah), karena itu menghukumi sesuatu dengan selain hukum allah menurut mereka adalah kufur.
Ijtihad Potensi ijtihad terbuka dalam ranah yang belum dijelaskan oleh nash al-qur’an dan sunnah Potensi ijtihad terbuka dalam ranah selain imamah. 1.      potensi ijtihad terbuka, namun kesalahan dalam ijtihad dapat menjadikan seseorang kafir

2.      hammasah dan hanya berpegang teguh pada zhahir lafal atau teks dalil.

Rujukan fikih Mengambil fikih dari imam madzhab empat yaitu abu hanafi, malik, syafi’i, dan ahmad bin hanbal Mengambil fikih dari pada imam syi’ah Terutama sekte ibadhiyah, memiliki ulama dan kitab-kitab fikih yang diambil para imam mereka.

 

Dalam Bidang Politik

ASPEK ASWAJA SYI’AH KHAWARIJ
Khulafa’ur Rasyidin Khulafaur rasyidin yang diakui (sah) adalah

1.      Abu bakar

2.      Umar

3.      Usman

4.      Ali

Ketiga khalifah (abu bakar, umar, usman) tidak diakui oleh syiah (keculi oleh syiah zaidiyyah). Karena dianggap telah merampas kekhalifahan ali bin abi thalib -menyatakan keluar dari kepemimpinan ali bin abi thalib (yang sudah disahkan oleh ahl hal wa al-‘aqd dan telah dibaiat rakyat) setelah terjadinya peristiwa takim

-mengkafirkan ali, usman, mu’awiyah,orang-orang yang terlibat dalam perang jamal, dua pihak yang menyepakati perjanjian tahkim, serta orang-orang yang mendukung kedua pihak tersebut

Imamah Pemimpin atau imam tidak terbatas pada dua belas imam, sehingga percaya kepada imam-imam itu tidak termasuk rukun iman. Kepemimpinan terbatas pada 12 imam, dan percaya kepada 12 imam termasuk rukun iman. Memiliki pemimpin sendiri.

 

 

 

Ishmah Khalifah atau imam tidak ma’shum, artinya mereka dapat berbuat salah atau dosa atau lupa. Para imam yang jumlahnya 12 tersebut mempunyai sifat maa’shum seperti para nabi Pemimpin dapat berbuat salah, bahkan kafir. Maka bila pemimpin itu kafir maka rakyat ikut kafir, karena itu wajib keluar dari kepemimpinan iman yang mereka nilai telah kafir
Cara pengangkatan pemimpin pemimpin (imam) diangkat melalui kesepakatan ahl hal wa al-aqdi atau orang yang mengangkat dirrinya sendiri

( dalam kondisi darurat) kemudian diaa dibaiat oleh ahl haal wa al-aqdi dan rakyat

Pemimpin telah ditntukan oleh Allah (nas ilahy) bukan pilihan rakyat. Khalifah harus dipilih melalui pemilihan yang bebas dan bersih, dilakukan oleh mayoritas kum muslimin, bukan hanya sebagai golongan dan kepemilihan khalifah terus sah selama ia menegakkan keadilan dan syariat, jauh dari kesalahan dan kezaliman. Jika ia berkhianat, wajib dipecat atau dibunuh.
Hukum pengangkatan imam Kpemimpinan hukumnya wajib karena dalil-dalil syariat. (persamaan dengan khoarij : harus ada pemimpin untuk mengelola dan mengamankan negara. Menurut khoarij, karena maslahat). Kepemimpinan hukunya wajib berdasarkan nash ilahy Kelompok   khoarij bernama najdat berpendapat, pengangkatan iman wajib karena maslahat dan kebutuhan, bukan wajib karena dalil syariat
Syarat pemimpin Pemimpin harus memenuhi empat syarat yaitu:

1.    Berasal dari suku quarisy (pada tahap berikutnya terjadi perbedaan pendapat dalam hal ini)

2.    Baiat

3.    Syura

4.    Adil

Pemimpin harus berasal dari ahlul bait Kholifah tidak harus dari suku qurasy juga tidak harus dari bangsa arab. Mereka mengangkat Abdullah bin Wahab al-Rasi (bukan dari quraisy) sebagai kholifah dan menyebutnya amir al-mukminin.

 

  1. PANDANGAN ASWAJA TERHADAP HUBUNGAN SYARA DENGAN AKAL, ILMU KALAM DAN FILSAFAT
  2. Hubungan Syara dan Akal

Problem Hubungan Syara dan Akal ini menyita perhatian dan perdebatan panjang baikdari kalangan intelektual Muslim bahkan kalangan intelektual yunaani dan kristen pada abad pertengahan di Eropa. Dikalangan kaum teolog muslimin yang berupaya mengkaji akidah-akidah islam ada tiga yaitu:

  1. Aliran mu’tazilah yang berpandangan bahwa akal didahulukan daripada syara.
  2. Aliran hasyawiyah, zhahiriyah dan semacamnya yang hanya mengakui dominasi syara dan tidak memberikan peran terhadap berkaitan dengan ajaran-ajaran yang dibwa dengan syara.
  3. Aliran aswaja mengambil sikap moderat (tawassuth) dan seimbang tawazun, tidak melepaskan peran akal dari syara sebagaimana halnya.
  4. Ilmu Kalam dan Filsafat

Ilmu kalam dianggap negatif oleh kalangan agamawan karena identik dengan ilmu filsafat yunani.

Perbedaan ilmu kalam dengan ilmu filsafat meliputi metodologi (manhaj) :

  1. Dari segi metodologi, ilmu filsafat menjadikan akal sebagai pokok bagi keyakinan tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip yang dibawa oleh para nabi. Demikian ini berbeda dengan ilmu kalam yang membicarakan hal-hal dalam konteks akal sebagai satu-satunya perangkat untuk membuktikan kebenaran ajaran yang datang dari Allah dan ajaran yang dibawa oleh para Nabi.
  2. Dari segi objek (maudhu’). Dalam pandangaan ahli kalam, ajaran-ajaran yang diterima dari syariah itu dianggap menjadi titik permulaan kajiannya. Hal ini berbeda dengan para filosof, karenaa dalam asumsi mereka kebenaaran itu masih misterius dan belum diketahui secara pasti ketika kejadian mereka mulai.
  3. Dari segi tujuan, seorang ahli ilmu kalam memiliki tujuan yang kongkret yaitu bertujuan memperkokoh dan memperkuat akidah yang menjadi keyakinan dalam agama.

 

  1. MENGENAL TOKOH-TOKOH ASWAJA

Sebelumnya perlu kita pahami, bahwa ahlussunnah wal jama’ah dalam realita sekarang, dalam bidang fiqih mengikuti salah satu madzhab yang empat.

Dalam bidang fiqih dan amaliah, Ahlussunnah wal jama’ah mengikuti pola bermadzhab dengan mengikuti salah satu madzhab fiqh yang dideklarasikan oleh para ulama yang mencapai tingkatan mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab fiqh yang sempat eksis dan diikuti oleh kaum Muslimin Ahlussunnah wal Jama’ah ialah madzhab Hanafi. Maliki, Syafi’i, Hanbali, madzhab Sufyan al-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, ibn Jarir, Dawud al-Zhahiri, al-Laits bin Sa’ad, al-Auza’i, Abu Tsaur dan lain-lain. Namun kemudian dalam perjalanan panjang sejarah Islam, sebagian besar madzhab-madzhab tersebut tersisih dalam kompetisi sejarah dan kehilangan pengikut, kecuali empat madzhab yang tetap eksis dan berkembang hingga dewasa ini. Pengikut empat madzhab tersebut, diakui sebagai kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Berkaitan dengan hal tersebut, disini perlu dikemukakan sebuah pertanyaan, dimanakah letak posisi madzhab al-Asy’ari di kalangan pengikut madzhab fiqh yang empat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, marilah kita ikuti penjelasan berikut ini secara rinci tentang posisi madzhab al-Asy’ari di kalangan pengikut madzhab fiqh yang empat.

  1. Madzhab Hanafi

Madzhab Hanafi ini didirikan oleh al-Imam abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit al-Kufi (80 – 150 H / 699-767 M). Pada mulanya madzhab Hanafi ini diikuti oleh kaum Muslimin yang tinggal di Irak, daerah tempat kelahiran abu Hanifah, pendirinya. Namun kemudian, setelah Abu Yusuf menjabat sebagai hakim agung pada masa Daulah Abbasiyyah, madzhab Hanafi menjadi populer di negeri-negeri Persia, Mesir, Syam dan Maroko. Dewasa ini, madzhab Hanafi diikuti oleh kaum Muslimin di Negara-negara Asia Tengah, yang dalam referensi klasik dikenal dengan negeri seberang Sungai Jihun (sungai Amu Daria dan Sir Daria), Negara Pakistan, Afghanistan, India, Bangladesh, Turki, Albania, Bosnia dan lain-lain.

Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Hanafi mengikuti madzhab al-Maturidi. Sedangkan ideologi madzhab al-Maturidi sama dengan ideologi madzha al-Asy’ari. Antara keduanya memang terjadi perbedaan dalam beberapa masalah, tetapi perbedaan tersebut hanya bersifat verbalistik (lafzhi), tidak bersifat prinsip dan substantif (haqiqi dan ma’nawi). Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa pengikut madzhab al-Maturidi adalah pengikut madzhab al-Asy’ari juga. Demikian pula sebaliknya, pengikut madzhab al-Asy’ari adalah pengikut madzhab al-Maturidi juga. Dalam hal tersebut al-Imam Tajuddin as-Subki mengatakan, “Mayoritas pengikut Hanafi adalah pengikut madzhab al-Asy’ari, kecuali sebagian kecil yang mengikuti Mu’tazilah.”

  1. Madzhab Maliki

Madzhab Maliki ini dinisbahkan kepada pendirinya, al-Imam Malik bin Anas al-Ashbahi (93-179 H/712-795 M). Madzhab ini diikuti oleh mayoritas kaum muslimin di Negara-negara Afrika, seperti Libya, Tunisia, Maroko, Aljazair, Sudan, Mesir, dan lain-lain. Dalam bidang teologi, seluruh pengikut madzhab Maliki mengikuti madzhab al-Asy’ari tanpa terkecuali. Berdasarkan penelitian al-Imam Tajuddin as-Subki, belum ditemukan di kalangan pengikut madzhab Maliki, seorang yang mengikuti selain madzhab al-Asy’ari.

  1. Madzhab Syafi’i

Madzhab Syafi’i ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (150-204 H/767-820 M). Madzhab Syafi’i ini diakui sebagai madzhab fiqh terbesar jumlah pengikutnya di seluruh dunia. Tidak ada madzhab fiqh yang memiliki jumlah beitu besar seperti madzhab Syafi’i, yang diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia. Filipina, Singapura, Thailand, India bagian Selatan seperti daerah Kirala dan Kalkutta, mayoritas Negara-negara Syam seperti Syiria, Yordania, Lebanon, Palestina, sebagian besar penduduk Kurdistan, Kaum Sunni di Iran, mayoritas penduduk Mesir dan lain-lain.

Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Syafi’i mengikuti madzhab al-Asy’ari sebagaimana ditegaskan oleh al-Imam Tajuddin as-Subki, kecuali beberapa gelintir tokoh yang mengikuti faham Mujassimah dan Mu’tazilah.

  1. Madzhab Hanbali

Madzhab Hanbali ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal al-Syaibani (164-241 H/780-855 M). Madzhab Hanali ini adalah madzhab yang paling sedikit jumlah pengikutnya, karena tersebarnya madzhab ini berjalan setelah madzhab-madzhab lain tersosialisasi dan mengakar di tengah masyarakat. Madzhab ini diikuti oleh mayoritas penduduk Najd, sebagian kecil penduduk Syam dan Mesir. Dalam bidang ideologi, mayoritas ulama Hanbali  yang utama (fudhala’), pada abad pertengahan dan sebelumnya, mengikuti madzhab al-Asy’ari. Di antara tokoh-tokoh madzhab Hanbali yang mengikuti madzhab al-Asy’ari ialah al-Imam ibn Sam’un al-Wa’izh, Abu Khaththab al-Kalwadzani, Abu al-Wafa bin ‘Aqil, al-Hafizh ibn al-Jawzi dan lain-lain. Namun kemudian sejak abad pertengahan terjadi kesenjangan hubungan antara pengikut madzhab al-Asy’ari dengan pengikut madzhab Hanbali.

Berdasarkan penelitian al-Hafizh ibn Asakir al-Dimasyqi, pada awal-awal metamorfosa berdirinya madzhab al-Asy’ari, para ulama Hanbali bergandengan tangan dengan para ulama al-Asy’ari dalam menghadapi kelompok-kelompok ahli id’ah seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, Murji’ah dan lain-lain. Ulama Hanbali dalam melawan argumentasi kelompok-kelompok ahli bid’ah, biasanya menggunakan senjata argumentasi ulama al-Asy’ari. Dalam bidang teologi dan ushul fiqh, para ulama Hanbali memang belajar kepada ulama madzhab al-Asy’ari. Hingga akhirnya terjadi perselisihan antara madzhab al-Asy’ari dan madzhab Hanbali pada masa al-Imam Abu Nashr al-Qusyairi dan pemerintahan Perdana Menteri Nizham al-Mulk. Sejak saat itu, mulai terpolarisasi kebencian antara pengikut madzhab al-Asy’ari dan madzhab Hanbali.

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Aswaja adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada al-quran dan hadis. Ajaran Aswaja berasal dari Nabi Muhammad saw melalui perantara para sahabatnya tanpa mengalami perubahan. Aswaja sangat penting untuk kita pelajari karena Aswaja merupakan suatu pedoman hidup yang baik.

 

Daftar Pustaka

NU Center, T. A. (2013). Risalah Alussunnah Wal-Jamaah. Jakarta: Khalista.

Ramli, M. I. (2011). Pengantar Sejarah AHLUSSUNNAH WAL-JAMAAH. Jakarta: Khalista.